Pelajaran 2 Triwulan II 2014 dan Penuntun Guru

Pelajaran 2
5-11 April*

Kristus dan Hukum Musa

Materi ini dalam bentuk ebook/epub untuk Iphone, Ipad, Samsung dan Android download di sini  (Pengguna Android gunakan aplikasi FB Reader atau Moon Reader yang dapat di download dari play store Android secara gratis)


SABAT PETANG

Bacalah untuk Pelajaran Pekan Ini: Lukas 2:21-24; Keluaran 13:2, 12; Lukas 2:41-52; Matius 17:24-27; Yohanes 8:1-11; Ulangan 22:23,24

Ayat Hafalan:

"Sebab jikalau kamu percaya kepada Musa, tentu kamu akan percaya juga kepada-Ku, sebab ia telah menulis tentang Aku" (Yohanes 5:46).
Banyak orang Kristen yang telah bertumbuh dengan cerita tentang Ye­sus memiliki hubungan yang negatif terhadap agama orang Yahudi, sayangnya pengertian salah ini hanya menyuburkan paham anti-Semit sepanjang abad. Yesus berbicara menentang pelecehan agama, itu benar, dan bukan menentang agama itu sendiri. Lebih dari semua, Dia adalah pendiri aga­ma itu.
Sudah tentu, catatan-catatan Injil tentang kehidupan dan pelayanan-Nya memperlihatkan bahwa Yesus adalah seorang Yahudi yang setia yang sepenuh- nya terbenam dalam budaya Yahudi sejak saat kelahiran sampai pada pekan terakhir kehidupan-Nya dalam daging manusia.
Seperti setiap orang Yahudi yang setia, Yesus tunduk kepada hukum Musa. Dibesarkan dalam sebuah rumah tangga oleh orangtua Yahudi yang setia, Dia sangat menghormati warisan dunia-Nya yang mulia, yang berakar pada peme­liharaan Ilahi. Dia mengetahui bahwa Allah sendirilah yang telah mengilhami Musa untuk menulis hukum-hukum tersebut, dengan maksud menciptakan satu kumpulan masyarakat yang memancarkan kehendak-Nya dan melayani seba­gai suatu mercusuar bagi bangsa-bangsa. Dia dengan setia taat kepada setiap huruf hukum itu. Dari penyunatan sampai pada kunjungan-Nya ke Bait Suci untuk mengikuti perayaan-perayaan dan perilaku-Nya terhadap pajak-pajak, Yesus tetap dengan teguh setia kepada tatanan yang Dia tahu akan tiba masa-nya dipenuhi melalui kematian-Nya dan pelayanan-Nya di surga.
Pekan ini kita akan melihat lebih jauh tentang hukum-hukum yang Yesus sendiri pelihara.
*Pelajarilah pelajaran pekan ini untuk persiapan bagi Sabat, 12 April
MINGGU, 6 April
Sunat dan Penyerahan (Lukas 2:21-24)
Allah menetapkan perjanjian-Nya dengan Abraham, mengatakan bahwa dia akan menjadi bapa banyak bangsa (Kejadian 17:4). Ketika Allah membuat perjanjian ini, Abraham yang berumur sembilan puluh sembilan tahun baru saja menjadi ayah Ismael dan belum melihat kelahiran anak perjanjiannya, Ishak. Walaupun demikian, dia diperintahkan untuk menyunat dirinya bersama dengan setiap laki-laki yang ada dalam rumahnya, dan dia diinstruksikan un­tuk memastikan bahwa setiap anak laki-laki yang dilahirkan dalam rumahnya mulai hari itu dan seterusnya disunat pada hari kedelapan (Kejadian 17:9-12). Lambang ini sangatlah penting sehingga sunat dilakukan sekalipun hari kede­lapan itu jatuh pada hari Sabat (Imamat 12:3, Yohanes 7:22).
Kebenaran ini memberikan kita satu pengertian yang lebih baik tentang hari-hari permulaan kehidupan Yesus. Kitab-kitab Injil memperlihatkan bahwa Yusuf dan Maria dipilih menjadi orangtua Yesus di dunia paling tidak karena kesalehan mereka. Yusuf digambarkan sebagai "tulus hati" (Matius 1:19), dan Maria dikatakan "beroleh kasih karunia di hadapan Allah" (Lukas 1:30). Keti­ka Yesus berumur delapan hari, orangtua-Nya mengadakan upacara pemberian nama dan penyunatan dengan cara yang sama seperti yang dialami oleh semua lelaki Ibrani yang tak terkatakan jumlahnya di masa lampau.
Bayangkanlah, Sang Anak Allah yang tak bernoda, sekarang dalam bentuk manusia, melaksanakan suatu ritual yang Dia sendiri telah Iembagakan berabad-abad sebelumnya!
Bacalah Lukas 2:21-24 sehubungan dengan Keluaran 13:2,12 dan Ima­mat 12:1-8. Apakah lagi yang ayat-ayat ini ceritakan kepada kita tentang Yusuf dan Maria? Apakah yang dapat kita pelajari bagi diri kita, dalam waktu dan lingkungan kita, dari teladan hidup mereka?
Lukas 2:21-24
2:21. Dan ketika genap delapan hari dan Ia harus disunatkan, Ia diberi nama Yesus, yaitu nama yang disebut oleh malaikat sebelum Ia dikandung ibu-Nya.
2:22 Dan ketika genap waktu pentahiran, menurut hukum Taurat Musa, mereka membawa Dia ke Yerusalem untuk menyerahkan-Nya kepada Tuhan,
2:23 seperti ada tertulis dalam hukum Tuhan: "Semua anak laki-laki sulung harus dikuduskan bagi Allah",
2:24 dan untuk mempersembahkan korban menurut apa yang difirmankan dalam hukum Tuhan, yaitu sepasang burung tekukur atau dua ekor anak burung merpati.

Keluaran 13:2,12
13:2 "Kuduskanlah bagi-Ku semua anak sulung, semua yang lahir terdahulu dari kandungan pada orang Israel, baik pada manusia maupun pada hewan; Akulah yang empunya mereka."
13:12 maka haruslah kaupersembahkan bagi TUHAN segala yang lahir terdahulu dari kandungan; juga setiap kali ada hewan yang kaupunyai beranak pertama kali, anak jantan yang sulung adalah bagi TUHAN.


Ima­mat 12:1-8
12:1. TUHAN berfirman kepada Musa, demikian:
12:2 "Katakanlah kepada orang Israel: Apabila seorang perempuan bersalin dan melahirkan anak laki-laki, maka najislah ia selama tujuh hari. Sama seperti pada hari-hari ia bercemar kain ia najis.
12:3 Dan pada hari yang kedelapan haruslah dikerat daging kulit khatan anak itu.
12:4 Selanjutnya tiga puluh tiga hari lamanya perempuan itu harus tinggal menantikan pentahiran dari darah nifas, tidak boleh ia kena kepada sesuatu apapun yang kudus dan tidak boleh ia masuk ke tempat kudus, sampai sudah genap hari-hari pentahirannya.
12:5 Tetapi jikalau ia melahirkan anak perempuan, maka najislah ia selama dua minggu, sama seperti pada waktu ia bercemar kain; selanjutnya enam puluh enam hari lamanya ia harus tinggal menantikan pentahiran dari darah nifas.
12:6. Bila sudah genap hari-hari pentahirannya, maka untuk anak laki-laki atau anak perempuan haruslah dibawanya seekor domba berumur setahun sebagai korban bakaran dan seekor anak burung merpati atau burung tekukur sebagai korban penghapus dosa ke pintu Kemah Pertemuan, dengan menyerahkannya kepada imam.
12:7 Imam itu harus mempersembahkannya ke hadapan TUHAN dan mengadakan pendamaian bagi perempuan itu. Demikianlah perempuan itu ditahirkan dari leleran darahnya. Itulah hukum tentang perempuan yang melahirkan anak laki-laki atau anak perempuan.
12:8 Tetapi jikalau ia tidak mampu untuk menyediakan seekor kambing atau domba, maka haruslah ia mengambil dua ekor burung tekukur atau dua ekor anak burung merpati, yang seekor sebagai korban bakaran dan yang seekor lagi sebagai korban penghapus dosa, dan imam itu harus mengadakan pendamaian bagi perempuan itu, maka tahirlah ia."


Alkitab begitu jelas mengatakan bahwa Maria adalah seorang perawan ke­tika ia dipilih menjadi ibu Yesus {Lukas 1:27); jadi, Yesus adalah anak yang pertama-tama "membuka rahimnya." Menurut Keluaran 13, setiap anak pertama dari antara orang Israel (entah hewan atau manusia) harus dipersembahkan kepada Tuhan. Hukum itu juga menetapkan dalam Imamat 12:2-5 bahwa setelah melahirkan anak laki-laki, seorang perempuan secara resmi menjadi najis selama total empat puluh hari (delapan puluh hari bagi anak perempuan). Pada akhir periode itu, ia dituntut untuk memperlihatkan dirinya kepada imam dan mempersembahkan korban. Sebagai umat Yahudi yang saleh, Yusuf dan Maria dengan teliti memenuhi kewajiban-kewajiban yang dituntut oleh hukum Musa dan memastikan bahwa Sang Anak Allah melaksanakan lambang-lambang perjanjian tersebut.

SENIN, 7 April
Perayaan-Perayaan Yahudi (Yohanes 5:1)
"Sesudah itu ada hari raya orang Yahudi, dan Yesus berangkat ke Yerusalem" (Yohanes 5:1).
Periode utama pertama dalam perayaan di kalender tahun Yahudi adalah tujuh hari perayaan Roti Tidak Beragi, yang dimulai dengan hari raya Paskah. Perayaan ini memperingati kelepasan orang Israel dari perbudakan di Mesir, ketika malaikat kematian melewati rumah-rumah yang di ambang pintunya dioleskan darah. Kitab-kitab Injil menuliskan tigaperistiwadi mana Yesus merayakan Paskah (Lukas 2:41-43; Yohanes 2:13-23; Matius 26:17-20).
Lima puluh hari setelah perayaan Paskah, datang perayaan Shavuot, sering dirujuk dalam bahasa Yunaninya, Pentakosta. Sekalipun Kitab Suci tidak menyediakan alasan bagi Pentakosta, para rabi percaya bahwa perayaan itu memperingati pemberian hukum kepada Musa. Tidak ada catatan dalam Injil bahwa Yesus merayakan Pentakosta. Walaupun demikian, sebelum kenaikan- Nya, Dia menasihatkan murid-murid-Nya untuk menunggu baptisan Roh Ku­dus di Yerusalem (Kisah 1:4, 5). Peristiwa ini terjadi pada Hari Pentakosta (Kisah 2:1-4). .
Musim perayaan terakhir dalam kalender Yahudi adalah perayaan Pondok Daun (Tabernacles) dan Hari Raya Pendamaian (Yom Kippur). Hari Raya Pendamaian menandakan hari di mana dosa dibersihkan dari perkemahan dan umat didamaikan dengan Allah. Perayaan Pondok Daun memperingati saat di mana orang Israel harus tinggal dalam kemah-kemah di padang belantara.
Sebagai tambahan kepada perayaan hukum Musa, orang Yahudi memiliki dua perayaan lainnya yang memperingati campur tangan Allah dalam sejarah. Yang pertama adalah Purim, yang menandai kelepasan orang Israel dari pembunuhan massal, ketika Ester memohon kepada raja Persia kelepasan. Yang kedua adalah Hanukah, juga dikenal sebagai perayaan Penahbisan (Yohanes 10:22), untuk merayakan kemenangan pasukan Makabi atas orang-orang Yunani pada tahun 164 S.M.
Sudah tentu, perayaan-perayaan Alkitabiah ini telah lama berakhir, paling tidak bagi orang Kristen. Perayaan-perayaan ini telah mencapai pemenuhannya dalam Kristus. Walaupun demikian, kita dapat belajar hal besar melalui pendalaman hari-hari raya itu dan lewat pekabaran yang ada dalamnya karena semua perayaan itu mengajarkan tentang karunia Allah yang menyelamatkan dan kuasa-Nya yang memberi kelepasan.
Sekalipun kita tidak lagi memelihara perayaan-perayaan itu, hal-hal apakah yang dapat kita lakukan agar menolong kita untuk tetap memelihara di hadapan kita kenyataan tentang Allah, apa yang telah Ia lakukan bagi kita, dan apa yang Ia minta dari kita?

SELASA, 8 April
Yesus di Bait Suci
Perjanjian Baru tidak menceritakan banyak hal kepada kita tentang masa kanak-kanak Yesus. Walaupun demikian, satu catatan yang memberi pengertian mendalam adalah Lukas 2:41-52, yaitu cerita kunjungan Yesus dan orangtua-Nya ke Yerusalem selama perayaan Paskah. Bacalah ayat tersebut hingga selesai dan jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut:
Lukas 2:41-52
2:41. Tiap-tiap tahun orang tua Yesus pergi ke Yerusalem pada hari raya Paskah.
2:42 Ketika Yesus telah berumur dua belas tahun pergilah mereka ke Yerusalem seperti yang lazim pada hari raya itu.
2:43 Sehabis hari-hari perayaan itu, ketika mereka berjalan pulang, tinggallah Yesus di Yerusalem tanpa diketahui orang tua-Nya.
2:44 Karena mereka menyangka bahwa Ia ada di antara orang-orang seperjalanan mereka, berjalanlah mereka sehari perjalanan jauhnya, lalu mencari Dia di antara kaum keluarga dan kenalan mereka.
2:45 Karena mereka tidak menemukan Dia, kembalilah mereka ke Yerusalem sambil terus mencari Dia.
2:46 Sesudah tiga hari mereka menemukan Dia dalam Bait Allah; Ia sedang duduk di tengah-tengah alim ulama, sambil mendengarkan mereka dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada mereka.
2:47 Dan semua orang yang mendengar Dia sangat heran akan kecerdasan-Nya dan segala jawab yang diberikan-Nya.
2:48 Dan ketika orang tua-Nya melihat Dia, tercenganglah mereka, lalu kata ibu-Nya kepada-Nya: "Nak, mengapakah Engkau berbuat demikian terhadap kami? Bapa-Mu dan aku dengan cemas mencari Engkau."
2:49 Jawab-Nya kepada mereka: "Mengapa kamu mencari Aku? Tidakkah kamu tahu, bahwa Aku harus berada di dalam rumah Bapa-Ku?"
2:50 Tetapi mereka tidak mengerti apa yang dikatakan-Nya kepada mereka.
2:51 Lalu Ia pulang bersama-sama mereka ke Nazaret; dan Ia tetap hidup dalam asuhan mereka. Dan ibu-Nya menyimpan semua perkara itu di dalam hatinya.
2:52 Dan Yesus makin bertambah besar dan bertambah hikmat-Nya dan besar-Nya, dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia.

Bagaimanakah cerita ini membantu mengilustrasikan tabiat yang jelas orang Yahudi pada Kitab Injil dan seberapa pentingkah peran agama se- bagai pusat terhadap semua hal yang terjadi?

Bagaimana pentingkah cerita yang terjadi selama perayaan Paskah?

Untuk berapa harikah orangtua Yesus tidak dapat menemukan-Nya? Tentang apakah yang diingatkan cerita ini kepada Anda?

Sekalipun Yesus adalah seorang anak yang penurut, jawaban-Nya ke­pada orangtua-Nya kelihatan hampir sebuah teguran. Pokok penting apakah yang termuat dalam jawaban-Nya? Apakah yang hal ini katakan bagi kita semua tentang yang harus menjadi prioritas utama dalam kehi- dupan kita?

Bacalah Lukas 2:51. Apakah artinya bahwa Dia "tunduk" kepada mereka? Bagaimanakah ayat ini bahkan memberikan kita pemahaman yang lebih jauh tentang sikap merendahkan diri yang ajaib di pihak Allah demi keselamatan kita? Apakah hal ini dapat ajarkan kepada kita tentang kebutuhan untuk patuh di saat dan tempat yang tepat?


RABU, 9 April
Pajak (Matius 17:24-27)

Seperti yang dicatat pada pelajaran pekan lalu, hukum Musa memiliki komponen sipil dan upacara. Aspek upacara mengartikan bahwa Bait Suci adalah pusat kehidupan keagamaan orang Yahudi. Buktinya, pada abad pertama, Bait Suci barangkali merupakan satu-satunya bangunan yang tertinggal yang dapat memberikan suatu rasa identitas nasional bagi orang Yahudi.
Pada waktu pelayanan Yesus, Bait Suci Yerusalem sedang direnovasi. Hero- des Agung telah memulaikan proyek megah itu pada tahun 20 S,M., dan belum sepenuhnya diselesaikan hingga tahun 66 T.M. Menyadari banyak orang Ya­hudi yang begitu serius dengan iman mereka, orang-orang Roma mengizinkan orang Yahudi memungut pajak untuk menutupi pengeluaran termasuk dalam perawatan Bait Suci. Tanpa memandang status ekonominya, setiap lelaki Ya­hudi yang berusia di atas 20 tahun harus membayar pajak setengah syikal (Keluaran 30:13; 38:26).

Bacalah Matius 17:24-27. Apakah yang Yesus maksudkan ketika la berkata: "...jangan kita menjadi batu sandungan bagi mereka..." (Ma­tius 17:27)? Prinsip apakah yang kita dapatkan di sini yang kita harus terapkan juga dalam kehidupan kita?
Matius 17:24-27
17:24. Ketika Yesus dan murid-murid-Nya tiba di Kapernaum datanglah pemungut bea Bait Allah kepada Petrus dan berkata: "Apakah gurumu tidak membayar bea dua dirham itu?"
17:25 Jawabnya: "Memang membayar." Dan ketika Petrus masuk rumah, Yesus mendahuluinya dengan pertanyaan: "Apakah pendapatmu, Simon? Dari siapakah raja-raja dunia ini memungut bea dan pajak? Dari rakyatnya atau dari orang asing?"
17:26 Jawab Petrus: "Dari orang asing!" Maka kata Yesus kepadanya: "Jadi bebaslah rakyatnya.
17:27 Tetapi supaya jangan kita menjadi batu sandungan bagi mereka, pergilah memancing ke danau. Dan ikan pertama yang kaupancing, tangkaplah dan bukalah mulutnya, maka engkau akan menemukan mata uang empat dirham di dalamnya. Ambillah itu dan bayarkanlah kepada mereka, bagi-Ku dan bagimu juga."

Kelihatannya bahwa para pengumpul pajak Bait Suci berjalan ke semua pro- vinsi untuk memastikan bahwa setiap lelaki memenuhi kewajiban hukum me­reka. Tanggapan awal Petrus terhadap para pengumpul pajak memberi kesan bahwa Yesus secara regular membayar pajak (Matius 17:24, 25). Walaupun demikian, sebagai Anak Allah, Yesus sepertinya mempertanyakan kepantasan pembayaran pajak bagi perawatan rumah Bapa-Nya.
"Seandainya Yesus telah membayar cukai tanpa protes, sudah tentu la telah mengakui keadilan tuntutan itu, dan dengan demikian mengingkari Keilahian-Nya. Tetapi meskipun la melihat ada baiknya memenuhinya, la menyangkal tuntutan itu yang atasnya hal itu didasarkan. Dalam menyediakan pembayaran cukai la memberikan bukti tentang tabiat Ilahi-Nya. Sudah dinyatakan bahwa la satu dengan Allah, dan itulah sebabnya tidak diwajibkan membayar cukai sebagaimana seseorang yang hanya rakyat kerajaan itu."—Ellen G. White, Alfa dan Omega, jld. 6, him. 44.
Walaupun demikian, Yesus memilih untuk mematuhi para pemerintah dan menuntun Petrus untuk menemukan uang bayaran pajak dari mulut ikan perta­ma yang ia tangkap. Uang syikal yang ada di mulut ikan cukup untuk meme­nuhi kebutuhan keduanya, Yesus dan Petrus.

Yesus membayar pajak Bait Suci-Nya sekalipun Dia tahu bahwa ba­ngunan yang megah itu akan segera dihancurkan (Matius 24:1, 2). Apa­kah yang seharusnya hal ini katakan kepada kita tentang kewajiban kita menjadi setia dalam persepuluhan dan persembahan, terlepas dari masalah yang kita percayai akan muncul?

KAMIS, 10 April
Pelaksanaan Hukum (Matius 5:17-20)
Seperti yang kita telah lihat, Yesus adalah seorang warga negara yang setia memenuhi kewajiban-kewajiban-Nya sebagai seorang pria Yahudi, sekalipun ketika kehidupan-Nya sedang dalam bahaya (lihat contohnya, Yohanes 7:1, 25, 26; 10:31). Buktinya, Yesus menyatakan dengan jelas bahwa bukanlah maksud-Nya untuk menghapuskan "Hukum Taurat atau kitab para nabi" (Mat 5:17-20).
Kalau begitu, bagaimanakah kita mengerti Yohanes 8:1-11 dan Matius 19:1-9 sehubungan dengan Ulangan 22:23, 24 dan 24:1-4? Apakah yang sedang terjadi di sini?
Yohanes 8:1-11
8:1. tetapi Yesus pergi ke bukit Zaitun.
8:2 Pagi-pagi benar Ia berada lagi di Bait Allah, dan seluruh rakyat datang kepada-Nya. Ia duduk dan mengajar mereka.
8:3 Maka ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi membawa kepada-Nya seorang perempuan yang kedapatan berbuat zinah.
8:4 Mereka menempatkan perempuan itu di tengah-tengah lalu berkata kepada Yesus: "Rabi, perempuan ini tertangkap basah ketika ia sedang berbuat zinah.
8:5 Musa dalam hukum Taurat memerintahkan kita untuk melempari perempuan-perempuan yang demikian. Apakah pendapat-Mu tentang hal itu?"
8:6 Mereka mengatakan hal itu untuk mencobai Dia, supaya mereka memperoleh sesuatu untuk menyalahkan-Nya. Tetapi Yesus membungkuk lalu menulis dengan jari-Nya di tanah.
8:7 Dan ketika mereka terus-menerus bertanya kepada-Nya, Iapun bangkit berdiri lalu berkata kepada mereka: "Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu."
8:8 Lalu Ia membungkuk pula dan menulis di tanah.
8:9 Tetapi setelah mereka mendengar perkataan itu, pergilah mereka seorang demi seorang, mulai dari yang tertua. Akhirnya tinggallah Yesus seorang diri dengan perempuan itu yang tetap di tempatnya.
8:10 Lalu Yesus bangkit berdiri dan berkata kepadanya: "Hai perempuan, di manakah mereka? Tidak adakah seorang yang menghukum engkau?"
8:11 Jawabnya: "Tidak ada, Tuhan." Lalu kata Yesus: "Akupun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang."
Matius 19:1-9
19:1. Setelah Yesus selesai dengan pengajaran-Nya itu, berangkatlah Ia dari Galilea dan tiba di daerah Yudea yang di seberang sungai Yordan.
19:2 Orang banyak berbondong-bondong mengikuti Dia dan Iapun menyembuhkan mereka di sana.
19:3. Maka datanglah orang-orang Farisi kepada-Nya untuk mencobai Dia. Mereka bertanya: "Apakah diperbolehkan orang menceraikan isterinya dengan alasan apa saja?"
19:4 Jawab Yesus: "Tidakkah kamu baca, bahwa Ia yang menciptakan manusia sejak semula menjadikan mereka laki-laki dan perempuan?
19:5 Dan firman-Nya: Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging.
19:6 Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia."
19:7 Kata mereka kepada-Nya: "Jika demikian, apakah sebabnya Musa memerintahkan untuk memberikan surat cerai jika orang menceraikan isterinya?"
19:8 Kata Yesus kepada mereka: "Karena ketegaran hatimu Musa mengizinkan kamu menceraikan isterimu, tetapi sejak semula tidaklah demikian.
19:9 Tetapi Aku berkata kepadamu: Barangsiapa menceraikan isterinya, kecuali karena zinah, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah."
Ulangan 22:23, 24 dan 24:1-4
22:23 Apabila ada seorang gadis yang masih perawan dan yang sudah bertunangan--jika seorang laki-laki bertemu dengan dia di kota dan tidur dengan dia,
22:24 maka haruslah mereka keduanya kamu bawa ke luar ke pintu gerbang kota dan kamu lempari dengan batu, sehingga mati: gadis itu, karena walaupun di kota, ia tidak berteriak-teriak, dan laki-laki itu, karena ia telah memperkosa isteri sesamanya manusia. Demikianlah harus kauhapuskan yang jahat itu dari tengah-tengahmu.

24:1. "Apabila seseorang mengambil seorang perempuan dan menjadi suaminya, dan jika kemudian ia tidak menyukai lagi perempuan itu, sebab didapatinya yang tidak senonoh padanya, lalu ia menulis surat cerai dan menyerahkannya ke tangan perempuan itu, sesudah itu menyuruh dia pergi dari rumahnya,
24:2 dan jika perempuan itu keluar dari rumahnya dan pergi dari sana, lalu menjadi isteri orang lain,
24:3 dan jika laki-laki yang kemudian ini tidak cinta lagi kepadanya, lalu menulis surat cerai dan menyerahkannya ke tangan perempuan itu serta menyuruh dia pergi dari rumahnya, atau jika laki-laki yang kemudian mengambil dia menjadi isterinya itu mati,
24:4 maka suaminya yang pertama, yang telah menyuruh dia pergi itu, tidak boleh mengambil dia kembali menjadi isterinya, setelah perempuan itu dicemari; sebab hal itu adalah kekejian di hadapan TUHAN. Janganlah engkau mendatangkan dosa atas negeri yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu menjadi milik pusakamu.

Beberapa orang Farisi selalu mencoba untuk mengatakan bahwa Yesus se­bagai seorang pelanggar hukum (lihat sebagai contoh, Yohanes 8:6). Ketika mereka membawa perempuan yang tertangkap berbuat zina, mereka mena- nyakan pertanyaan ini: Musa berkata bahwa dia harus dilempari dengan batu, bagaimana menurut-Mu? Cukup menarik, Yesus tidak secara langsung bereak- si terhadap pertanyaan mereka. Kenyataannya, Dia menguatkan hukum Musa dengan pernyataan-Nya, "Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu" (Yohanes 8:7). Dia tidak berkata bahwa perempuan itu tidak boleh dilontari dengan batu; Dia dengan sederhana mendesak mereka untuk melihat pelanggaran mereka sendiri terhadap hukum. Pembebasan perempuan itu juga seiaras dengan hukum Musa, karena tidak ada yang menunjukkan jari untuk menuduh, karena untuk menjalankan keadilan, sekurangnya ada dua saksi diperlukan (Ulangan 17:6).
Dalam peristiwa mengenai perceraian dan pernikahan kembali, Yesus seolah-olah mempertentangkan hukum Musa dengan contoh yang Ia berikan bahwa sebenarnya tidak ada dasar bagi perceraian (Matius 19:4-6). Ketika orang-orang Farisi menunjukkan perintah Musa dalam Ulangan 24:1-4, Yesus menempatkan semuanya dalam sudut pandangnya. Musa tidak pernah memerintahkan bahwa perceraian harus diadakan. Tetapi karena ketegaran hati bangsa itu, Musa membuat izin bagi perceraian (Matius 19:8). Jadi, kita melihat bahwa bahkan Yesus mengkritik hukum Musa, Dia tidak mengesampingkan itu. Yesus adalah seorang Yahudi yang setia dalam segala hal, Dia taat kepada hukum Musa.
Bagaimanakah kita belajar untuk menyeimbangkan keadilan dan kasih karunia bagi mereka, yang seperti diri kita, jatuh ke dalam dosa? Jika kita akan melakukan kesalahan, sebagai orang-orang berdosa kita tidak dapat mengelakkannya, di sisi manakah kita lebih membuat kesalahan, dan mengapa?

jumat,11 April
Pendalaman: Untuk informasi selanjutnya terkait judul pekan ini, bacalah tulisan Ellen G. White, "Pada Hari Raya Pondok Daun-daunan," hlm. 56-64; "Di Antara Jerat-jerat," hlm. 65-75, dalam Alfa dan Omega, jld. 6.
"Tiga kali setahun orang Yahudi dituntut berhimpun di Yerusalem untuk urusan keagamaan. Dalam keadaan terselubung dengan tiang awan, Pemimpin Israel yang tidak kelihatan itu telah memberikan petunjuk-petunjuk mengenai perhimpunan ini. Selama orang Yahudi dalam tawanan, perhimpunan seperti itu tidak dapat diadakan; tetapi ketika bangsa itu dikembalikan ke negeri me­reka, pemeliharaan hari-hari ini dimulai sekali lagi. Allah merencanakan agar hari ulang tahun ini hendaknya mengingatkan pikiran orang banyak kepada-Nya."—Ellen G. White, Alfa dan Omega, jld. 6, him. 56.

"Adalah wajar bagi orangtua Yesus untuk menganggap Dia sebagai anak mereka sendiri. Ia ada di antara mereka setiap hari, kehidupan-Nya dalam ba­nyak hal adalah serupa+dengan kehidupan anak-anak yang lain, sehingga sukarkih bagi mereka untuk menginsafi bahwa Ialah Putra Allah. Mereka hampir gagal untuk menghargai berkat yang dikaruniakan kepada mereka dalam hadirat Penebus dunia. Kesusahan hati akibat perpisahan mereka dari Dia, dan teguran halus yang terkandung dalam perkataan-Nya itu, dimaksudkan untuk mengingatkan kepada mereka betapa sucinya tanggung jawab yang diserahkan kepada mereka."—Ellen G. White, Alfa dan Omega, jld. 5, him. 73.
Pertanyaan-Pertanyaan Diskusi:
1.      Tinggal di atas kebenaran yang ajaib, bahwa, sekalipun Yesus yang melembagakan hukum-hukum ini, namun ketika Dia masuk ke dalam kemanusiaan, Dia menempatkan dirinya di bawah hukum-hukum tersebut. Apakah yang hal ini katakan kepada kita tentang tabiat Allah?
2.      Cobalah tempatkan dirimu pada posisi Yusuf dan Maria. Apakah suatu keanehan bahwa mereka tidak sepenuhnya mengerti semua yang berkaitan dengan Yesus? Bukankah masih banyak hal tentang Yesus yang kita juga belum mengerti? Terlepas dari yang tidak kita ketahui, bagaimanakah cara kita untuk percaya dan menurut?
3.      Apakah yang hendak Anda katakan kepada seorang Kristen yang mengatakan bahwa kita harus tetap memelihara perayaan-perayaan tersebut? (Petunjuk: Anda boleh memulai dengan menga­takan, "Bagaimanakah Anda bermaksud memelihara perayaan-perayaan itu, sedangkan semua perayaan-perayaan itu berpusat pada Bait Suci yang telah lama dihancurkan, dan penumpahan darah yang telah lama diakhiri?").

Penuntun Guru Pelajaran Sekolah Sabat Dewasa



RINGKASAN PELAJARAN
Ayat Inti: Yohanes 5:46
Anggota Kelas akan:
Mengetahui: Menyadari bahwa Yesus memberikan hukum kepada Musa di Gunung Sinai.
Merasakan: Memandang hukum sebagai satu karunia positif dari Allah.
Melakukan: Mengikuti teladan Yesus yang secara dinamis hidup dalam hukum-hukum Allah.
Garis Besar Pelajaran:
I. Mengetahui: Yesus Pendiri Hukum Perjanjian Lama.
A. Bagaimanakah Yesus menunjukkan ketaatan-Nya terhadap hu­kum?
B. Apakah hubungan yang dimiliki Yesus dengan Hukum Musa?
C. Bagaimanakah hukum Yudaisme memberikan kontribusi terhadap pemahaman kita akan kasih karunia dan kuasa Allah yang menye- lamatkan untuk membebaskan umat-Nya saat itu dan sekarang?
II. Merasakan: Kasih akan Hukum Allah
a)       Bagaimanakah perasaan Yesus tentang Hukum?
b)       Mengapa penting untuk melihat hukum Allah sebagai satu tanda positif terhadap perjanjian-Nya dengan kita?
c)        Teliti melalui Mazmur 119. Pilihlah kata kerja yang digunakan Daud—seorang yang berkenan di hati Allah—untuk menggambar- kan bagaimana perasaannya tentang hukum Allah?
III. Melakukan: Menghidupkan Hukum Kehidupan
a)       Bagaimanakah perasaan Anda terhadap hukum Allah? Jika Anda memang tidak menyukainya, apakah yang dapat Anda buat untuk mengubah sikap Anda?
b)       Bagaimanakah Anda bisa berhubungan dengan hukum seperti yang dilakukan Yesus?
c)        Manakah dari pola perilaku Anda yang mungkin akan memberikan kesan negatif kepada keluarga atau teman-teman Anda tentang hu­kum Allah?
Rangkuman: Yesus sebagai Pemberi Hukum, juga adalah seorang Ya- hudi yang tunduk kepada hukum. Meskipun Yesus bersikap kritis terha­dap peraturan-peraturan buatan manusia yang membunuh semangat dari hukum itu, la menghormati hukum dan ditegaskan dalam pelayanan-Nya pelajaran-pelajaran tentang kasih karunia dan kuasa Allah yang menyelamatkan yang dinyatakan di dalam hukum.
SIKLUS BELAJAR
LANGKAH 1—Motivasi
Fokus Alkitab: Yohanes 5:46
Konsep Utama untuk Pertumbuhan Rohani: Sebagai pengikut Kristus, kita harus berhubungan dengan hukum seperti yang dilakukan-Nya, mema- hami keindahan dan kekuatan serta pantulan tabiat Allah.
Dalam hal ini, tampaknya, terlalu sering hukum dan Sang Pemberi hukum, dapat menerima tekanan buruk. Banyak orang melifiat Yesus dalam Perjanji­an Baru sebagai Orang yang baik dan pemaaf, sementara melihat Allah dalam Perjanjian Lama sebagai seorang polisi surgawi yang tegas, dengan daftar per- aturan yang dengan penuh semangat Dia mencoba untuk menegakkannya. Kita lupa bahwa seluruh Ketuhanan/Trinitaslah yang menulis seluruh sistem hukum dalam Perjanjian Lama. Yesus menghidupkan suatu kehidupan yang berdasar- kan hukum. Dan hanya melalui kuasa Roh Kuduslah orang-orang Kristen yang mula-mula itu dapat mengikuti teladan Yesus dalam menerapkan hukum Allah dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Ellen G. White menekankan pusat hukum Allah dengan mengatakan, "Ada­lah merupakan godaan Setan bahwa kematian Kristus yang dibawa dalam ka­sih karunia untuk mengambil tempat hukum. Kematian Yesus tidak mengubah atau membatalkan atau mengurangi sedikit pun derajat Sepuluh Hukum Al­lah. Bahwa anugerah yang sangat berharga yang ditawarkan kepada manusia melalui darah Juruselamat menetapkan hukum Allah. Sejak kejatuhan manu­sia, pemerintahan moral Allah dan rahmat-Nya tidak dapat dipisahkan. Me­reka bergandengan tangan melewati semua dispensasi, 'Kasih dan kesetiaan akan bertemu, keadilan dan damai sejahtera akan bercium-ciuman.' (Mazmur 85:11)"—Faith and Works, him. 30.
Kegiatan untuk Membuka Diskusi: Mintalah kelas merenungkan menga­pa para bintang dalam industri hiburan memiliki banyak pengikut yang siap berpakaian dan berperilaku seperti para idola mereka, bahkan hingga meniru gaya hidup mereka, sementara orang Kristen tampaknya, seringkali, menolak untuk mengikuti gaya hidup Kristus untuk memelihara hukum. Cobalah untuk mencari tahu motif yang ada dalam kedua kasus tersebut.
Pembuka Diskusi: Seorang perwira polisi yang merasa jengkel pernah ber- kata: "Jika kita mau memiliki perbaikan sejati dalam situasi kejahatan,*kita harus mengatasi akar penyebab kejahatan yang perlu kita singkirkan dari hu­kum." Efek kejahatan apakah yang akan diimplementasikan yang dimiliki oleh solusi ini ? Bila diperluas, dampak yang bagaimanakah mungkin dimiliki solusi itu dalam ruang lingkup agama dapat diterapkan dalam kaitannya dengan masalah dosa?
LANGKAH 2—Menyelidiki
KOMENTAR ALKITAB
Komentar ini berdasarkan pada Gerald A. Klingbeil, Bridging the Gap: Ri­tual and Ritual Texts in the Bible, Bulletin for Biblical Research Supplements 1.(Winona Lake, Ind.: Eisenbrauns, 2007).
I. Kuasa Ritual
(Pelajari kembali legalisasi korban dalam Imamat 4 & 16 dengan anggota kelas).
Banyak orang Kristen Protestan (termasuk beberapa anggota Advent) memiliki hubungan yang dipaksakan dengan ritual atau upacara keagamaan. Namun, ritual merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan kita sehari-hari, meskipun kita rnungkin sering tidak menyadari kehadirannya. Ritual transformasi, perintah, inisiasi, fokus, mengomunikasikan, dan menggenapi banyak fungsi lainnya dalam keagamaan (dan kehidupan) sehari-hari. Perhatikanlah pentingnya ritual politik (misalnya, sumpah seorang presiden yang baru) atau ritual yang menandai peralihan kehidupan yang penting (seperti bertambahnya umur, pernikahan, atau kematian). Sifat umum sebagian besar ritual membantu kita untuk memahami realitas yang kompleks. Coba bayangkan beberapa ritual pengorbanan (misalnya, korban penghapus dosa yang di- jelaskan dalam Imamat 4) pada zaman Perjanjian Lama dan bagaimana l%al itu disampaikan kepada mereka yang tinggal di Israel (atau bahkan bangsa-bangsa sekitarnya). Kematian hewan yang tidak bersalah dan yang mahal, secara jelas mengajarkan betapa mahalnya dosa. Pengalihan dosa perorangan lewat meletakkan tangan di atas kepala binatang itu merupakan simbolis. Orang lain harus membayar harganya. Darah harus dikumpulkan dan dioleskan di atas mezbah, dan kemudian perlu dibawa ke Bait Suci dan dipercikkan pada ti- rai yang memisahkan Bilik yang Suci dari Bilik yang Mahasuci. Binatang itu harus dibakar dan, sekali setahun, Bait Suci, yang tercemar oleh banyaknya "dosa yang dipercikkan," harus "dibersihkan," yang terjadi pada upacara Hari Pendamaian (Imamat 16).
Pertimbangkan Ini: Apakah yang akan Anda rasa dan pikirkan jika Anda bisa berpartisipasi dalam suatu upacara Hari Pendamaian pada hari ini? Apakah yang akan dilakukannya untuk pemahaman Anda tentang dosa, kasih karunia dan rencana keselamatan Allah? Bacalah Imamat 16 dengan cermat dan bertin- daklah keluar dari tindakan utama. Perhatikanlah makna ritual dan aplikasinya pada kematian dan pelayanan Yesus Kristus. (Banyak budaya non-Barat me- ngandung ritual yang lebih banyak dan, sebagai akibatnya sering dapat mereka lebih menghargai ritual Alkitabiah dan kekuatan pengajarannya).

II. Kritik Nabi terhadap Ritual
(Pelajari kembali 1 Samuel 15:22; Hosea 6:6; dan Amos 5:21-27 dengan anggota kelas).
Bagaimana mendidiknya pun, mungkin, upacara ini juga bisa menjadi batu sandungan terutama bila menjadi hafalan yang diulang-ulangi . Banyak nabi-nabi Alkitab mengkritik pola pikir ritual ibadah yang tanpa isi. Sebagai con- toh 1 Samuel 15:22: "Apakah TUHAN itu berkenan kepada korban bakaran dan korban sembelihan sama seperti kepada mendengarkan suara TUHAN? Sesungguhnya, mendengarkan lebih baik dari pada korban sembelihan, memperhatikan lebih baik dari pada lemak domba-domba jantan." Samuel dengan keras menegur Raja Saul yang telah memutuskan bahwa mematuhi petunjuk Ilahi itu bisa ditawar. Dia telah meluputkan raja kafir, serta hewan terbaik dan semua yang berharga (1 Sam. 15:9). Ayat Alkitab dengan tegas mengingatkan kita bahwa ritual tidak dapat menjadi sakramen, tetapi itu perlu disertai sikap dan pola pikir yang tepat.
Dua abad kemudian Hosea mengikutinya: "Sebab Aku menyukai kasih setia, dan bukan korban sembelihan, dan menyukai pengenalan akan Allah, lebih dari pada korban-korban bakaran" (Hos. 6:6).
Kritikan Hosea tentang upacara pengorbanan berfokus pada sikap dan tin­dakan. Nabi itu menggunakan dua istilah penting Ibrani yang menunjukkan perjanjian kesetiaan (hesed) dan pengetahuan relasional (da'at). Orang Israel sibuk mengadakan upaGara korban tetapi lupa untuk menghubungkan pengor­banan kepada kehjdupan nyata: Cara mereka memperlakukan janda, anak yatim, atau orang miskin, hal-hal yang mereka sembah, pentingnya hal-hal yang berhubungan dengan Tuhan. Entah bagaimana, mereka tidak menunjukkan janji belas kasihan kepada satu sama lain, melainkan terfokus pada pertunjuk- an kesalehan secara luar.
Konsep yang mirip dinyatakan dalam Amos 5:21-27 dan Yesaya 1:15-18. Para nabi Israel mengingatkan umat perjanjian Allah bahwa tindakan ritual tidak menggantikan sikap yang benar terhadap Allah dan sesama. Para nabi ti­dak mengkritik hukum Ilahi yang diilhami dan ritual, melainkan aplikasi yang mereka pikirkan.
Pertimbangkan Hal Ini: Mengingat fakta bahwa Allah melembagakan, se­cara terperinci, sistem upacara korban, mengapa Dia menginspirasikan para nabi untuk mengkritik hal itu?
III. Yesus, Ritual, dan Yudaisme Abad Pertama
(Pelajarilah kembali lembaga Perjamuan Terakhir dalam Yohanes 13 de­ngan anggota kelas).
Ritual atau upacara, memainkan peranan yang penting pada zaman Yesus. Bait Suci merupakan pusat teologi dan praktik orang Yahudi. Ketika kita mempertimbangkan naskah atau tulisan yang ditemukan di dekat pemukiman di Khirbet Qumran, penanggalan atau waktu tersebut kira-kira ke abad sebelum kedatangan Yesus, maka kita akan tiba kepada suatu pemahaman besarnya kegunaan segala ritual dalam kehidupan orang-orang Yahudi yang hidup pada masa itu.
Pemurnian, upacara-upacara pembasuhan, berkat-berkat—semuanya hal-hal itu disajikan melalui tindakan ritual atau upacara. Ahli Alkitab Robert Kugler menulis: "Dari cara mereka [penduduk Qumran] mengukur waktu mereka dengan cara mereka mengonsumsi makanan mereka, dari mereka bangun pagi hari sampai kepada mereka tidur di malam hari, dari cara mereka berdoa sampai ke cara mereka melihat kepada kesucian tubuh mereka, dari masuknya mereka ke masyarakat sampai kepada keluar dari masyarakat, tindakan orang-orang Qumran berpola dalam 'urutan yang tidak berbeda yang lebih kurang dari tindakan formal dan ungkapan-ungkapan yang' bertujuan untuk membawa mereka lebih dekat kepada Allah."— "Making All Experience Religious: The Hegemony of Ritual at Qumran, " Journal for the Study of Judaism 33.2 (Le­iden: Koninklijke Brill NV, 2002), hlm. 131-152.
Yesus lahir dan dibesarkan dalam konteks ini. Dia telah disunat pada saat yang tepat (Lukas 2:21). Orangtuanya membayar harga tebusan untuk anak sulung mereka (Lukas 2:22). Ia mengunjungi Bait Suci dan ikut serta dalam merayakan Paskah. Namun, anehnya, ada saatnya Yesus sadar menempatkan dirinya berlawanan dengan praktik ritual Yahudi (Matius 15:1, 2). Bila tiba saatnya untuk merayakan Paskah yang terakhir sebelum kematian-Nya, Yesus mengubah upacara yang sudah ada (Paskah) dan lembaga-lembaga ritual baru yang mengingatkan para murid-Nya tentang kematian dan kebangkitan-Nya (Yohanes 13; Matius 26:17-30).
Qrang Kristen di seluruh dunia masih merayakan Perjamuan Kudus. Khu- susnya, Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh, juga menghidupkan kembali pelayanan kerendahan hati dengan cara membasuh kaki satu sama lain seba- gaimana Yesus membasuh kaki para murid-Nya, pada setiap kali merayakan Perjamuan Kudus. Melalui lembaga ini, Yesus membuat suatu pernyataan pen- ting dan menggarisbawahi pentingnya kuasa komunikatif ritual: Ritual atau upacara bukan hanya menunjuk kepada Mesias, tetapi juga merupakan alat yang disukai untuk mengomunikasikan cara baru kerajaan. (Baptisan adalah contoh lain dari sebuah ritual yang benar-benar menceritakan sebuah cerita dan mengomunikasikan konsep-konsep kunci dari kehidupan Kristen).
Pertimbangkan Hal Ini: Bagaimana kita dapat membuat perayaan Perja­muan Kudus lebih berarti? Unsur-unsur apakah yang dapat membantu kita un­tuk "mengingat" dan kemudian "melakukan?"
LANGKAH 3—Menerapkan
Pertanyaan untuk Dipikirkan:
1.       Apakah yang dapat diberitahukan oleh hukum upacara tentang Allah dan tabiat-Nya?
2.    Pikirkanlah semua hubungan-hubungan ritual antara Kematian Yesus dan sistem upacara   korban bangsa Israel. Ambillah catatan khusus mengenai waktu dan tempat kematian Yesus.
3.    Perbedaan apakah yang akan terealisiasi bahwa Yesus juga adalah Pembuat hukum dalam, sikap Anda terhadap hukum?
Pertanyaan Aplikasi:
1.     Yesus tidak hanya menghidupkan kehidupan-Nya dengan hukum Al­lah, tetapi Dia juga        menghidupkan kehidupan-Nya dengan jadwal Allah bagi Dia (lihat Yohanes 7:8).   Bagaimanakah saya dapat hidup dalam hukum dan jadwal Allah di dalam kehidupan saya setiap  hari?
2.     Bagaimanakah saya memperlakukan orang-orang yang menghidupkan gaya hidup yang       bertentangan dengan hukum Allah? Apakah saya akan memperlakukan mereka dengan cara berbeda, kalau saja mereka itu adalah merupakan bagian dari keluarga gereja?
3.       Yesus hidup sebagai seorang Yahudi dan Ia patuh kepada semua bagian-bagian positif  budaya   Yahudi dan menghindari aspek-aspek negatifnya. Apakah beberapa bagian positif dari budaya                 kita yang dapat kita rayakan, dan apakah bagian-bagian negatif yang harus kita hindari?
LANGKAH 4—Mempraktikkan
Aktivitas: Sebagai kelas, bayangkanlah bagaimana Yesus akan berhubungan dengan beberapa aspek budaya kita jika Dia hidup di sini pada saat ini. Menurut Anda akan makan di luar manakah Yesus? Bagaimanakah peran-Nya tentang politik dan olahraga? Apakah Dia akan punya akun Facebook atau menghabiskan waktu untuk menonton film? Pastikan untuk membuat jawaban Anda dengan contoh-contoh dari kehidupan Yesus, yang menunjukkan prinsip-prinsip yang Dia hidupkan yang akan menginformasikan pilihan gaya hidup-Nya.




No comments:

Post a Comment