Pelajaran 2 Triwulan III 2012

BACA UNTUK PELAJARAN MINGGU INI: Kis. 17:5-9, 10-15, 16-34; 1 Kor. 1:18-2:2; 1 Tes. 2:17-3:10.
AYAT HAFALAN: "Sebab siapakah pengharapan kami atau sukaci­ta kami atau mahkota kemegahan kami di hadapan Yesus, Tuhan kita, pada waktu kedatangan-Nya, kalau bukan kamu? Sungguh, kamulah kemuliaan kami dan sukacita kami" (1 Tesalonika 2:19, 20).
Pokok Pikiran: Penginjilan yang sejati menuntun kepada hubungan yang dapat melewati ujian waktu dan bertahan sampai masa kekekalan.
Paulus mengadakan suatu seri pertemuan penginjilan selama tiga pekan di Tesalonika. Itu merupakan suatu seri penginjilan yang sangat menarik, tetapi membangkitkan perlawanan dari pemimpin agama setempat dan dari anggota geng preman. Akhirnya Paulus diusir oleh dewan kota, yang juga berusaha mencegah dia untuk kembali ke tempat itu lagi.
Pelajaran pekan ini mencakup peristiwa-peristiwa yang terjadi setelah Paul­us berupaya menginjil di Tesalonika. Setelah melewati pengalaman tersebut, lebih mudah baginya untuk memikirkan tentang perlawanan dan tantangan lain yang dia temukan. Malahan, pikiran Paulus semata-mata terfokus pada hubungan-hubungan yang dia sudah kembangkan dengan anggota komunitas Kristen yang baru terbentuk di Tesalonika.
Paulus sangat sedih karena dia tidak dapat menghabiskan waktu lebih banyak dengan umat percaya di sana. Dia mengetahui bahwa waktu yang dia berikan sangat terbatas untuk mereka dan ini akan membuat mereka sangat rentan ter­hadap kekecewaan dan berbagai pengaruh negatif. Tidak bisa melawat mereka secara pribadi, dia terinspirasi oleh Roh Kudus untuk menulis surat-surat kepa­da mereka untuk menggantikan kehadirannya. Surat-surat tersebut membentuk sebuah buku dalam Perjanjian Baru yang kita kenal sebagai kitab Tesalonika.
*Pelajari pelajaran pekan ini sebagai persiapan untuk Sabat, 14 Juli.
Minggu 8 Juli
PERLAWANAN DI TESALON1KA
Baca Kisah 17:5-9. Menurut ayat ini, apakah yang menjadi motivasi utama untuk menentang pekabaran Paulus? Pernyataan apakah yang di­buat para lawan-lawannya untuk mendapatkan otoritas dari penduduk kota itu yang tertarik pada masalah ini? Bagaimanakah pihak yang ber­wenang menanggapi hal ini?
Kisah 17:5-9
17:5 Tetapi orang-orang Yahudi menjadi iri hati dan dengan dibantu oleh beberapa penjahat dari antara petualang-petualang di pasar, mereka mengadakan keributan dan mengacau kota itu. Mereka menyerbu rumah Yason dengan maksud untuk menghadapkan Paulus dan Silas kepada sidang rakyat.
17:6 Tetapi ketika mereka tidak menemukan keduanya, mereka menyeret Yason dan beberapa saudara ke hadapan pembesar-pembesar kota, sambil berteriak, katanya: "Orang-orang yang mengacaukan seluruh dunia telah datang juga ke mari,
17:7 dan Yason menerima mereka menumpang di rumahnya. Mereka semua bertindak melawan ketetapan-ketetapan Kaisar dengan mengatakan, bahwa ada seorang raja lain, yaitu Yesus."
17:8 Ketika orang banyak dan pembesar-pembesar kota mendengar semuanya itu, mereka menjadi gelisah.
17:9 Tetapi setelah mereka mendapat jaminan dari Yason dan dari saudara-saudara lain, merekapun dilepaskan.

Ketika seseorang mengajarkan ajaran-ajaran baru dan orang merasa senang, para pemimpin dan guru dari kelompok agama yang lain menjadi cemburu. Per­hatian yang pernah ditujukan atas diri mereka sendiri sekarang diarahkan kepa­da orang lain. Akibatnya, mereka mungkin berperilaku dengan cara yang tidak masuk akal untuk mencoba mengurangi pengaruh dari guru baru itu.
Menurut sejarawan Romawi, Tacitus, sesaat sebelum kejadian yang digam­barkan dalam Kisah 17, terjadi konflik di antara orang Yahudi dan orang Roma atas seorang yang bernama Tacitus yang disebut "Chrestus." Ungkapan ini menggambarkan kesalahpahaman bangsa Roma terhadap konsep Yahudi ten­tang Mesias, atau, dalam bahasa Yunani, Kristus. Nampaknya khotbah seseo­rang mengenai Injil telah memecah komunitas Yahudi di Roma.
Bagi pejabat Roma, perdebatan tentang Mesias nampaknya bagaikan persiap­an penyambutan raja baru yang akan duduk di atas takhta Roma (lihat Kis. 17:7). Mungkin karena alasan itu, kaisar telah mengusir seiri uaorang Yahudi dari ibukota (Kis. 18:2). Beberapa orang yang mengungsi ini menetap atau singgah di Tesalonika, menyebarkan berita tentang hal ini kepada penduduk di kota itu. Karena Injil telah mengubah dunia orang Yahudi Roma, para pemimpin agama di Tesalonika bertekad untuk mencegah agar tidak terjadi hal yang serupa di tempat itu.
Tesalonika itu sendiri dipimpin oleh sebuah dewan kota yang terdiri dari lima atau enam walikota yang membuat keputusan secara kelompok. Pengaturan ini memungkinkan untuk adanya sedikit kebebasan dari Roma, yang mereka tidak mau lepaskan begitu saja. Jadi, perilaku para pejabat kota dalam hal ini cukup me­ngesankan dalam keadaan seperti itu. Kemiripan dengan peristiwa yang baru saja terjadi di Roma dapat mengakibatkan hukuman fisik bagi orang Kristen yang baru bertobat. Sebaliknya, para pemimpin langsung mengambil tindakan (bandingkan Kis. 16:22-24). Mereka memastikan agar Paulus dan Silas meninggalkan kota itu (lihat Kis. 17:10). Mereka juga mengambil sejumlah besar uang dari orang-orang Kristen baru sebagai jaminan agar Paulus tidak menjadi penyebab gangguan lebih lanjut: Kemudian para pemimpin membiarkan semua orang pergi.
Kecemburuan dan iri hati dapat menghancurkan kita. Apakah yang kita dapat pelajari dari kehidupan dan ajaran Yesus yang boleh meno­long kita untuk memperoleh kemenangan atas sentimen-sentimen yang mematikan ini?
Senin 9 Juli
KISAH DI BEREA
Penganiayaan bisa menjadi jalan dua arah. Seringkali hal ini terjadi karena dipicu oleh fitnah berbahaya yang ditujukan pada mereka yang tidak melaku­kan kesalahan. Tetapi hal itu juga dapat diprovokasi oleh tindakan yang tidak sesuai dari pihak orang percaya (1 Ptr. 3:13-16; 4:12-16). Sangat mungkin bah­wa gangguan di Tesalonika itu terjadi bukan hanya karena kecemburuan lawan-lawan Paulus namun juga akibat tindakan yang kurang sesuai dari kalangan umat Kristen yang baru percaya. Kedua surat kepada jemaat Tesalonika menyatakan bahwa Paulus memiliki keprihatinan yang besar tentang perilaku yang kurang berkenan di publik yang ditunjukkan oleh beberapa orang di dalam jemaat.
Paulus mendesak orang Kristen di Tesalonika untuk menghidupkan satu ke­hidupan yang tenang dan berperilaku baik di antara tetangga mereka yang bukan Yahudi (7 Tes. 4:11, 12). Dia memerintahkan agar mereka menegur orang-orang yang hidup tidak tertib (I Tes. 5:14). Dia memerintahkan agar mereka menja­uhi mereka yang tidak melakukan pekerjaannya dan tidak menghidupkan ajaran yang sudah diterima (2 Tes. 3:6, 7). Dan dia mencatat bahwa beberapa dari ang­gota jemaat bukan hanya hidup tidak tertib dan malas tetapi juga sibuk dengan hal-hal yang tidak berguna (2 Tes. 3:11). Dengan demikian, beberapa anggota jemaat tidak hanya menyulitkan jemaat itu tetapi juga masyarakat yang lebih luas. Penganiayaan di Tesalonika sangat berbahaya, tetapi hal itu juga terjadi sebab adanya perilaku yang tercela di antara orang-orang Kristen yang baru.
Bagaimanakah pengalaman Paulus di Berea berbeda dengan di Tesa­lonika? Lihat Kisah 17:10-15. Apakah pekabaran yang berguna untuk kita dalam perbedaan itu?
Kisah 17:10-15
17:10. Tetapi pada malam itu juga segera saudara-saudara di situ menyuruh Paulus dan Silas berangkat ke Berea. Setibanya di situ pergilah mereka ke rumah ibadat orang Yahudi.
17:11 Orang-orang Yahudi di kota itu lebih baik hatinya dari pada orang-orang Yahudi di Tesalonika, karena mereka menerima firman itu dengan segala kerelaan hati dan setiap hari mereka menyelidiki Kitab Suci untuk mengetahui, apakah semuanya itu benar demikian.
17:12 Banyak di antara mereka yang menjadi percaya; juga tidak sedikit di antara perempuan-perempuan terkemuka dan laki-laki Yunani.
17:13 Tetapi ketika orang-orang Yahudi dari Tesalonika tahu, bahwa juga di Berea telah diberitakan firman Allah oleh Paulus, datang jugalah mereka ke sana menghasut dan menggelisahkan hati orang banyak.
17:14 Tetapi saudara-saudara menyuruh Paulus segera berangkat menuju ke pantai laut, tetapi Silas dan Timotius masih tinggal di Berea.
17:15 Orang-orang yang mengiringi Paulus menemaninya sampai di Atena, lalu kembali dengan pesan kepada Silas dan Timotius, supaya mereka selekas mungkin datang kepadanya.


Orang Berea ingin mengetahui lebih banyak tentang Allah dan Kitab Suci. Tetapi sementara mereka mendengarkan dengan penuh perhatian, mereka juga menguji segala sesuatu yang mereka dengar dari para rasul berdasarkan penge­tahuan yang mereka dapat dengan menyelidiki kitab Perjanjian Lama.
Hal ini menjadi contoh bagi kita. Kita dapat mempelajari ide-ide baru, na­mun kita harus menguji ide-ide tersebut berdasarkan ajaran Alkitab. Banyak hal yang perlu kita pelajari dan banyak perkara yang tidak perlu kita pelajari. Pada saat yang sama, kita perlu berhati-hati untuk menghindari doktrin yang salah, karena hal itu akan menjauhkan kita dari kebenaran.
Sementara para pengacau dari Tesalonika menyusup ke dalam lingkungan orang Berea, orang Yahudi di sana tidak menutup pikiran mereka pada pekabar­an yang baru; memang, banyak orang Yahudi yang menjadi percaya (ayat 12). Sementara cukup bijak bagi Paulus untuk pindah ke Atena, Silas dan Timotius diizinkan tinggal di Berea untuk memberikan dorongan dan kekuatan kepada orang-orang percaya yang baru.
Apakah contoh-contoh yang dapat kita lihat di mana gereja Kristen secara terang-terangan berjalan dalam kesalahan? Pelajaran apakah yang bisa kita pelajari dari kesalahan itu? Bawa jawaban Anda ke UKSS pada hari Sabat.
Selasa 10 Juli
SINGGAH DI ATENA
Menurut Kisah 17:14-16, Silas dan Timotius tinggal di Berea sementara Paulus diantar ke Atena. Paulus menitip pesan kepada orang yang mengantar­nya agar Silas dan Timotius dapat bergabung dengannya di Atena, namun tidak ada catatan yang menyebutkan bahwa mereka melakukan hal tersebut. Pada sisi lain, dalam 1 Tesalonika 3:1,2, kita mempelajari bahwa Paulus mengirimkan Timotius kembali ke Tesalonika dari Atena. Demikianlah Timotius, setidaknya, telah bergabung dengannya di sana dalam waktu yang cukup singkat.
Ketika berbicara kepada orang Yahudi dalam Kisah 17:2, 3, Paulus mulai dengan tema Mesias di dalam Perjanjian Lama. Ketika berbicara dengan filsuf penyembah berhala di Atena (Kis. 17:16-34), dari manakah dia mulai? Apakah yang kita dapat pelajari dari perbedaan ini?
Kis. 17:16-34
17:16. Sementara Paulus menantikan mereka di Atena, sangat sedih hatinya karena ia melihat, bahwa kota itu penuh dengan patung-patung berhala.
17:17 Karena itu di rumah ibadat ia bertukar pikiran dengan orang-orang Yahudi dan orang-orang yang takut akan Allah, dan di pasar setiap hari dengan orang-orang yang dijumpainya di situ.
17:18 Dan juga beberapa ahli pikir dari golongan Epikuros dan Stoa bersoal jawab dengan dia dan ada yang berkata: "Apakah yang hendak dikatakan si peleter ini?" Tetapi yang lain berkata: "Rupa-rupanya ia adalah pemberita ajaran dewa-dewa asing." Sebab ia memberitakan Injil tentang Yesus dan tentang kebangkitan-Nya.
17:19 Lalu mereka membawanya menghadap sidang Areopagus dan mengatakan: "Bolehkah kami tahu ajaran baru mana yang kauajarkan ini?
17:20 Sebab engkau memperdengarkan kepada kami perkara-perkara yang aneh. Karena itu kami ingin tahu, apakah artinya semua itu."
17:21 Adapun orang-orang Atena dan orang-orang asing yang tinggal di situ tidak mempunyai waktu untuk sesuatu selain untuk mengatakan atau mendengar segala sesuatu yang baru.

17:22. Paulus pergi berdiri di atas Areopagus dan berkata: "Hai orang-orang Atena, aku lihat, bahwa dalam segala hal kamu sangat beribadah kepada dewa-dewa.
17:23 Sebab ketika aku berjalan-jalan di kotamu dan melihat-lihat barang-barang pujaanmu, aku menjumpai juga sebuah mezbah dengan tulisan: Kepada Allah yang tidak dikenal. Apa yang kamu sembah tanpa mengenalnya, itulah yang kuberitakan kepada kamu.
17:24 Allah yang telah menjadikan bumi dan segala isinya, Ia, yang adalah Tuhan atas langit dan bumi, tidak diam dalam kuil-kuil buatan tangan manusia,
17:25 dan juga tidak dilayani oleh tangan manusia, seolah-olah Ia kekurangan apa-apa, karena Dialah yang memberikan hidup dan nafas dan segala sesuatu kepada semua orang.
17:26 Dari satu orang saja Ia telah menjadikan semua bangsa dan umat manusia untuk mendiami seluruh muka bumi dan Ia telah menentukan musim-musim bagi mereka dan batas-batas kediaman mereka,
17:27 supaya mereka mencari Dia dan mudah-mudahan menjamah dan menemukan Dia, walaupun Ia tidak jauh dari kita masing-masing.
17:28 Sebab di dalam Dia kita hidup, kita bergerak, kita ada, seperti yang telah juga dikatakan oleh pujangga-pujanggamu: Sebab kita ini dari keturunan Allah juga.
17:29 Karena kita berasal dari keturunan Allah, kita tidak boleh berpikir, bahwa keadaan ilahi sama seperti emas atau perak atau batu, ciptaan kesenian dan keahlian manusia.
17:30 Dengan tidak memandang lagi zaman kebodohan, maka sekarang Allah memberitakan kepada manusia, bahwa di mana-mana semua mereka harus bertobat.
17:31 Karena Ia telah menetapkan suatu hari, pada waktu mana Ia dengan adil akan menghakimi dunia oleh seorang yang telah ditentukan-Nya, sesudah Ia memberikan kepada semua orang suatu bukti tentang hal itu dengan membangkitkan Dia dari antara orang mati."

17:32. Ketika mereka mendengar tentang kebangkitan orang mati, maka ada yang mengejek, dan yang lain berkata: "Lain kali saja kami mendengar engkau berbicara tentang hal itu."
17:33 Lalu Paulus pergi meninggalkan mereka.
17:34 Tetapi beberapa orang laki-laki menggabungkan diri dengan dia dan menjadi percaya, di antaranya juga Dionisius, anggota majelis Areopagus, dan seorang perempuan bernama Damaris, dan juga orang-orang lain bersama-sama dengan mereka.

Paulus tidak serta merta memasuki Atena, dan berjalan menuju Areopagus (dikenal juga sebagai Bukit Mars), dan bersaksi pada orang Yahudi di sana. Dia mulai dengan meluangkan waktu berjalan di sekitarnya dan membuat penga­matannya sendiri. Dia juga bergaul dengan orang Yahudi di Atena dan beberapa orang Yahudi di dalam rumah ibadah. Selain menginjil kepada mereka dengan cara yang biasa dia lakukan (lihat Kis. 17:2, 3), dia juga akan belajar tentang budaya yang dominan di kota itu. Langkah pertama dalam setiap upaya misio­naris ialah untuk mendengarkan dan mempelajari iman dan cara pandang dari orang-orang yang hendak dijangkau.
Paulus juga menghabiskan waktu di pasar Atena (yang berada di bawah Areo­pagus, atau Bukit Mars), bertukar pikiran dengan siapa saja yang mau berbica­ra dengannya. Dalam proses ini dia membangkitkan rasa ingin tahu beberapa filsuf dari golongan Epicurus dan Stoa, yang mengundangnya untuk berbicara di tempat yang biasa untuk mendengarkan diskusi seperti itu.
Dia memulai pidatonya di hadapan para cendekiawan Atena dengan sebuah pengamatan tentang kota dan agama mereka. Ajaran teologinya dimulai dari penciptaan, sebuah topik yang sama-sama mereka minati. Sangat berbeda dengan pendekatannya kepada para pengunjung rumah ibadat, dia tidak mempertahan­kan pendapatnya dengan Kitab Suci melainkan dari tulisan yang sudah mereka ketahui sebelumnya (Kisah 17:27, 28 mengutip tulisan para penulis Yunani). Tetapi ketika dia melangkah melewati batas-batas nyaman pemikiran mereka, para filsuf itu segera mengakhiri diskusi. Namun, ada beberapa orang, yang me­lanjutkan pembicaraan mereka dengan Paulus dan menjadi umat percaya.
Seberapa baikkah kita memahami pandangan dunia dan kepercayaan agama dari orang-orang di sekitar kita? Mengapa penting bagi kita un­tuk memiliki sedikit pengetahuan mengenai hal-hal ini ketika kita beru­paya untuk bersaksi?
Rabu 11 Juli
SAMPAI KE KORINTUS
Kisah 18:1-18 mengandung dua titik temu utama dengan sejarah sekular. Pertama adalah pengusiran orang Yahudi dari Roma pada masa pemerintahan Claudius (Kis. 18:2). Informasi yang didapatkan dari luar Kitab Suci menca­tat bahwa peristiwa ini terjadi sekitar tahun 49 T. M. Titik temu berikut adalah mengenai Gubernur Galio (Kis. 18:12). Karena gubernur di Korintus ditunjuk untuk masa satu tahun, informasi dari berbagai prasasti dan sumber yang dapat dipercaya menyebutkan bahwa masa pemerintahan Galio adalah pada tahun 50-51 T. M. Para ahli Kitab Suci yang kritis sering meragukan catatan sejarah dalam buku Kisah Para Rasul, namun berdasarkan referensi seperti ini memas­tikan bahwa peristiwa itu benar-benar ada dalam sejarah.
Timotius harus mengadakan perjalanan dari Tesalonika ke Berea bersama dengan Paulus dan Silas (Kis. 17:10, 14, 15) setelah mereka diusir dari Tesa­lonika. Untuk sesaat dia bergabung dengan Paulus di Atena, dan kemudian di­kirim ke Tesalonika (1 Tes. 3:1, 2). Di sana dia bergabung dengan Silas (Kis. 18:5) dan kemudian mengadakan perjalanan untuk bertemu dengan Paulus di Korintus. 1 Tesalonika pasti ditulis dari Korintus segera setelah kedatangan Ti­motius. Paulus mengetahui apa yang orang pikirkan di Akhaya, tempat kota Korintus berada (1 Tes. 1:7, 8), dan dalam 1 Tesalonika dia menanggapi infor­masi yang dibawa kepadanya oleh Timotius ('l Tes. 3:5, 6).
Baca 1 Korintus 1:18-2:2. Apakah poin utama Rasul Paulus dalam pekabarannya? Apakah yang kita dapat pelajari dari ayat-ayat ini tentang strategi misionaris Paulus di Atena dan Korintus?
1 Korintus 1:18-2:2
1:18 Sebab pemberitaan tentang salib memang adalah kebodohan bagi mereka yang akan binasa, tetapi bagi kita yang diselamatkan pemberitaan itu adalah kekuatan Allah.
1:19 Karena ada tertulis: "Aku akan membinasakan hikmat orang-orang berhikmat dan kearifan orang-orang bijak akan Kulenyapkan."
1:20 Di manakah orang yang berhikmat? Di manakah ahli Taurat? Di manakah pembantah dari dunia ini? Bukankah Allah telah membuat hikmat dunia ini menjadi kebodohan?
1:21 Oleh karena dunia, dalam hikmat Allah, tidak mengenal Allah oleh hikmatnya, maka Allah berkenan menyelamatkan mereka yang percaya oleh kebodohan pemberitaan Injil.
1:22 Orang-orang Yahudi menghendaki tanda dan orang-orang Yunani mencari hikmat,
1:23 tetapi kami memberitakan Kristus yang disalibkan: untuk orang-orang Yahudi suatu batu sandungan dan untuk orang-orang bukan Yahudi suatu kebodohan,
1:24 tetapi untuk mereka yang dipanggil, baik orang Yahudi, maupun orang bukan Yahudi, Kristus adalah kekuatan Allah dan hikmat Allah.
1:25 Sebab yang bodoh dari Allah lebih besar hikmatnya dari pada manusia dan yang lemah dari Allah lebih kuat dari pada manusia.
1:26 Ingat saja, saudara-saudara, bagaimana keadaan kamu, ketika kamu dipanggil: menurut ukuran manusia tidak banyak orang yang bijak, tidak banyak orang yang berpengaruh, tidak banyak orang yang terpandang.
1:27 Tetapi apa yang bodoh bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan orang-orang yang berhikmat, dan apa yang lemah bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan apa yang kuat,
1:28 dan apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah, bahkan apa yang tidak berarti, dipilih Allah untuk meniadakan apa yang berarti,
1:29 supaya jangan ada seorang manusiapun yang memegahkan diri di hadapan Allah.
1:30 Tetapi oleh Dia kamu berada dalam Kristus Yesus, yang oleh Allah telah menjadi hikmat bagi kita. Ia membenarkan dan menguduskan dan menebus kita.
1:31 Karena itu seperti ada tertulis: "Barangsiapa yang bermegah, hendaklah ia bermegah di dalam Tuhan."
2:1. Demikianlah pula, ketika aku datang kepadamu, saudara-saudara, aku tidak datang dengan kata-kata yang indah atau dengan hikmat untuk menyampaikan kesaksian Allah kepada kamu.
2:2 Sebab aku telah memutuskan untuk tidak mengetahui apa-apa di antara kamu selain Yesus Kristus, yaitu Dia yang disalibkan.
Paulus pasti merasa tidak puas atas hasil pertemuannya dengan para filsuf di Atena, sebab di Korintus dia memutuskan untuk mengadakan pendekatan yang lebih langsung kepada pemikiran Yunani. Dengan melakukan hal ini, dia tidak menolak saran untuk menemui orang di tempat mereka berada, karena dia de­ngan jelas mempromosikan pendekatan dengan cara itu dalam surat yang sama (1 Kor. 9:19-23). Apa yang dia tunjukkan di Atena dan Korintus adalah bahwa proses menjumpai orang di tempat mereka berada bukanlah ilmu pasti; hal itu memerlukan pembelajaran dan penyesuaian secara terus-menerus. Paulus tidak menggunakan pendekatan yang sama di setiap kota. Dia sangat sensitif terha­dap perubahan zaman, budaya, dan keadaan.
Baca lagi bagian-bagian dari pelajaran hari ini. Bagaimanakah pesan tersebut relevan untuk kehidupan kita pada saat sekarang ini, ketika "hik­mat" dunia seringkali bertentangan dengan "kebodohan" salib?
Kamis 12 Juli
PAULUS MENGUNGKAPKAN ISI HATINYA
Baca 1 Tesalonika 2:17-3:10. Apakah yang dikatakan oleh ayat-ayat ini tentang keterikatan Paulus secara emosi dan hubungannya dengan umat percaya? Apakah yang kita dapat pelajari tentang bagaimana kita harus berhubungan dengan mereka yang hendak kita layani?
1 Tesalonika 2:17-3:10
2:17. Tetapi kami, saudara-saudara, yang seketika terpisah dari kamu, jauh di mata, tetapi tidak jauh di hati, sungguh-sungguh, dengan rindu yang besar, telah berusaha untuk datang menjenguk kamu.
2:18 Sebab kami telah berniat untuk datang kepada kamu--aku, Paulus, malahan lebih dari sekali--,tetapi Iblis telah mencegah kami.
2:19 Sebab siapakah pengharapan kami atau sukacita kami atau mahkota kemegahan kami di hadapan Yesus, Tuhan kita, pada waktu kedatangan-Nya, kalau bukan kamu?
2:20 Sungguh, kamulah kemuliaan kami dan sukacita kami.
3:1. Kami tidak dapat tahan lagi, karena itu kami mengambil keputusan untuk tinggal seorang diri di Atena.
3:2 Lalu kami mengirim Timotius, saudara yang bekerja dengan kami untuk Allah dalam pemberitaan Injil Kristus, untuk menguatkan hatimu dan menasihatkan kamu tentang imanmu,
3:3 supaya jangan ada orang yang goyang imannya karena kesusahan-kesusahan ini. Kamu sendiri tahu, bahwa kita ditentukan untuk itu.
3:4 Sebab, juga waktu kami bersama-sama dengan kamu, telah kami katakan kepada kamu, bahwa kita akan mengalami kesusahan. Dan hal itu, seperti kamu tahu, telah terjadi.
3:5 Itulah sebabnya, maka aku, karena tidak dapat tahan lagi, telah mengirim dia, supaya aku tahu tentang imanmu, karena aku kuatir kalau-kalau kamu telah dicobai oleh si penggoda dan kalau-kalau usaha kami menjadi sia-sia.

3:6. Tetapi sekarang, setelah Timotius datang kembali dari kamu dan membawa kabar yang menggembirakan tentang imanmu dan kasihmu, dan bahwa kamu selalu menaruh kenang-kenangan yang baik akan kami dan ingin untuk berjumpa dengan kami, seperti kami juga ingin untuk berjumpa dengan kamu,
3:7 maka kami juga, saudara-saudara, dalam segala kesesakan dan kesukaran kami menjadi terhibur oleh kamu dan oleh imanmu.
3:8 Sekarang kami hidup kembali, asal saja kamu teguh berdiri di dalam Tuhan.
3:9 Sebab ucapan syukur apakah yang dapat kami persembahkan kepada Allah atas segala sukacita, yang kami peroleh karena kamu, di hadapan Allah kita?
3:10 Siang malam kami berdoa sungguh-sungguh, supaya kita bertemu muka dengan muka dan menambahkan apa yang masih kurang pada imanmu.
Kedalaman pemikiran Paulus dan nada konfrontatif (lihat Gal. 1:6, 7; 3:1-4; 4:9-11) kadangkala membuat dia tampak meremehkan perasaan dan hubungan pribadi. Namun selingan yang menggembirakan dalam 1 Tesalonika menunjuk­kan hal yang sebaliknya. Dia adalah seorang penginjil yang paling relasional dalam melaksanakan Amanat Agung, yang memberikan penekanan utama pada pemuridan (Mal. 28.19, 20).
Dalam bacaan di atas Paulus mengungkapkan perasaannya yang paling dalam. Dia merindukan umat percaya di Tesalonika dengan "kerinduan yang menda­lam." Pada saat Yesus datang, Paulus mencoba mempersembahkan umat percaya di Tesalonika kepada Yesus sebagai hasil dari pelayanannya. Paulus tidak puas dengan sekadar diselamatkan pada akhir zaman; dia ingin membuktikan bahwa hidupnya dapat membuat perbedaan yang permanen bagi kerajaan Allah.
Ketika Paulus "tidak dapat lagi menahan" kerinduannya pada jemaat di Tesalonika, dia mengirimkan sahabatnya untuk mengetahui keadaan mereka. Paulus khawatir jika Setan dapat memancing mereka menjauh dari keyakinan mereka yang sesungguhnya. Tetapi dia sangat terhibur ketika Timotius mela­porkan bahwa mereka berdiri teguh dalam iman.
Ada sebuah petunjuk menarik yang lebih dinamis dalam 1 Tesalonika 3:6. Paulus bersukacita atas laporan Timotius yang menyatakan bahwa mereka me­miliki pendapat yang baik tentang dia dan bahwa mereka juga rindu untuk ber­temu dengan dia sebagaimana dia juga rindu bertemu dengan mereka. Kepergi­an Paulus dari Tesalonika secara tiba-tiba, membuat dia merasa tidak pasti akan tanggapan mereka terhadap dirinya dan ketidakhadirannya. Kesetiaan umat di Tesalonika memberikan perbedaan yang besar kepada Paulus. Paulus merasa­kan kelayakannya, mungkin, sehubungan dengan keberhasilan misinya. Lagi- pula, dia hanyalah manusia biasa.
Laporan Timotius memberikan kepada Paulus sebuah pengalaman sukacita dalam doa-doanya kepada Allah. Namun rasa sukacitanya itu tidak memadamkan kerinduannya untuk bertemu dengan mereka muka dengan muka dan menuntaskan tugasnya mendidik mereka dalam iman Kristen. Bagaimanapun juga, oleh karena dia tidak dapat hadir secara pribadi, maka pertama-tama Paulus mengirimkan se­orang utusan, yang bernama Timotius, dan menyapa jemaat di Tesalonika dengan surat. Surat-surat itil merupakan bagian dari kitab Peijanjian Baru.
Jumat 13 Juli
PENDALAMAN: "Jika kita merendahkan diri kita di hadapan Allah, bersikap baik, lemah lembut dan sopan serta penuh belas kasihan, akan ada seratus orang yang bertobat ke dalam kebenaran di mana sekarang hanya ada satu. Namun, meskipun kita mengaku sudah bertobat, bila kita masih membawa bersama kita kepentingan diri yang kita anggap terlalu berharga untuk diserahkan. Maka adalah kesempatan bagi kita untuk meletakkan beban ini pada kaki Yesus Kris­tus dan sebagai gantinya mengambil karakter dan keserupaan dengan Kristus. Juruselamat sedang menunggu kita untuk melakukan ini."—Ellen G. White, Testimonies for the Church, jld. 9, hlm. 189, 190.
"Selama pelayanan-Nya, Yesus tetap memelihara fakta di hadapan murid- murid-Nya bahwa mereka harus menjadi satu dengan Dia dalam pekerjaan-Nya untuk memulihkan dunia ini dari perhambaan dosa.... Dalam segala pekerjaan- Nya Ia sedang melatih mereka untuk pekerjaan perorangan, untuk diperluas se­mentara jumlah mereka bertambah, dan akhirnya mencapai bagian yang paling penting dari dunia."—Ellen G. White, Alfa dan Omega, jld. 7, hlm. 27.
PERTANYAAN UNTUK DISKUSI:
1.     Diskusikanlah jawaban Anda untuk pertanyaan terakhir pada hari Se­nin. Bagaimanakah kita dapat menghindarkan diri agar tidak melaku­kan kesalahan yang sama? Atau apakah kita juga sedang melakukan kesalahan yang sama pada saat ini?
2.   Dalam Testimonies for the Church, jld. 9, hlm. 189, Ellen White mengenali bahwa "diri kita" merupakan salah satu penghalang untuk jangkauan yang lebih berkuasa dan pertobatan yang lebih banyak di antara mereka yang hilang. Dalam cara apakah diri itu dimanifestasikan dalam kehidup­an kita? Bagaimanakah kita dapat belajar untuk mati terhadap diri kita? Apakah satu-satunya cara yang benar untuk bisa melakukan hal itu?
3.     Fokus utama Amanat Agung (Mat. 28:19, 20) adalah "menjadikan mu­rid." Bagikan beberapa pengalaman Anda ketika menjadi murid atau melakukan pemuridan. Sampai tingkatan manakah gereja Anda berpu­sat pada pemuridan? Bagaimanakah hal itu dapat ditingkatkan lagi?
4.     Bagaimanakah Anda dapat menjelaskan kepada seseorang tentang "ke­bodohan" salib? Mengapa Paulus menggunakan istilah itu? Apakah yang diajarkan hal itu kepada kita tentang betapa terbatasnya pengertian kita tentang kenyataan hidup bilamana hal yang paling penting dari seluruh kebenaran dianggap sebagai suatu "kebodohan" oleh orang banyak?
RANGKUMAN: Dalam tiga minggu saja, Paulus begitu terikat kepada umat yang baru percaya di Tesalonika. Tidak dapat mengunjungi mereka, dia mengutus Timotius. Di bawah tuntunan Roh Kudus, dia juga menuangkan isi hatinya dalam dua surat yang ditujukan kepada jemaat di Tesalonika. Penginjilan yang sesung­guhnya tidak akan berpuas diri atas penerimaan keyakinan Kristen. Seluruh aspek kehidupan fisik, mental, dan emosional dilibatkan dalam iman Kristen.

No comments:

Post a Comment