Kekudusan Allah
Sabat Petang
BACALAH UNTUK PELAJARAN PEKAN
INI: Matius 11:10; Markus 1:2; Ke-jadian 2:3; Ayub 42:5, 6;
Lukas 5:1-11; 4:31-36; Yesaya 6:1-3; Wahyu 4:8, 9.
AYAT HAFALAN: "Tinggikanlah TUHAN, Allah kita,
dan sujudlah menyembah di hadapan gunung-Nya yang kudus! Sebab kuduslah TUHAN,
Allah kita!" (Mazmur 99:9).
Pokok Pikiran: Kitab Suci memberikan banyak perhatian
kepada kekudusan Allah. Bagaimanakah kekudusan ini menceritakan kepada kita
mengenai siapa Allah itu dan apa artinya itu untuk rencana keselamatan?
Salah satu yang paling pokok dari asumsi
semua penulis Alkitab ialah bahwa Allah ada di surga. Tidak seorang pun pernah
menyatakan suatu keraguan tentang hal itu; tidak seorang pun juga membuat
semacam upaya untuk membuktikannya. Keberadaan Allah ialah sesuatu yang
diberikan, sebuah titik pangkal, ibarat sebuah aksioma (pernyataan yang dapat
diterima sebagai kebe-naran tanpa pembuktian) dalam ilmu ukur.
Malahan dalam 66 buku Kitab Suci
kitamenemukan sebuah ceritayang luas seperti apa Allah itu dan bagaimana Dia berhubungan dengan kita umat manusia
yang telah jatuh, yang Dia rindu untuk menebusnya.
Pelajaran pekan ini berpusat pada satu
aspek mengenai sifat Allah yang mendasar dalam Kitab Suci, dan itu adalah
kekudusan Allah. Ya, Allah itu kasih. Dan Allah meminta kita memanggil-Nya
"Bapa." Dan ya, Allah itu sabar, pengampun, dan peduli.
Tetapi, berdasarkan Kitab Suci, pokok
utama pemahaman kita tentang Allah adalah kekudusan-Nya. Baik dalam Perjanjian
Lama maupun Perjanjian Baru, kekudusan Allah mendasari penyataan-Nya tentang
diri-Nya. Tema ini muncul di seluruh Alkitab dalam satu cara atau cara lain.
Namun, apakah artinya mengatakan bahwa
Allah itu kudus? Bagaimanakah Alkitab melukiskan kekudusan-Nya? Dan
bagaimanakah kita, sebagai makhluk yang najis karena dosa berhubungan dengan
Allah yang kudus?
*Pelajari pelajaran pekan ini untuk
persiapan Sabat, 4 Februari
Minggu 29 Januari
"ADA
TERTULIS"
Pelajaran yang dangkal mengenai sejarah
gereja begitu mudah mengembangkan gagasan tentang Allah dan kemudian memuja
gagasan-gagasan tersebut gantinya menyembah Allah, yaitu Allah yang dinyatakan dalam
Alkitab. Sebagaimana Voltaire yang skeptis menyindir: "Allah membuat
manusia menurut rupa-Nya, dan manusia memberikan kembali sebuah pujian." Kita
mungkin tidak pernah menyadari bahwa pengertian kita tentang Allah tidak
lengkap atau bahkan salah.
Dengan demikian, kita harus kembali kepada
Alkitab dan membandingkan pemikiran kita tentang Allah dengan apa yang
diajarkan di sana. Dan pelajaran ini harus mencakup Perjanjian Lama dan
Perjanjian Baru, karena di dalam keduanya Tuhan berbicara kepada kita. Hal ini
sangat penting karena beberapa orang telah memperdebatkan bahwa Allah yang
dinyatakan dalam kitab Perjanjian Baru berbeda dari Allah yang dinyatakan dalam
Perjanjian Lama. Ajaran itu tidak diterima umat Masehi Advent Hari Ketujuh,
tidak juga diajarkan dalam Alkitab.
Ungkapan apakah yang menjelaskan nabi-nabi Perjanjian
Lama berulang-ulang? Yeremia 7:1-3.
7:1. Firman yang
datang kepada Yeremia dari pada TUHAN, bunyinya:
7:2
"Berdirilah di pintu gerbang rumah TUHAN, serukanlah di sana firman ini
dan katakanlah: Dengarlah firman TUHAN, hai sekalian orang Yehuda yang masuk
melalui semua pintu gerbang ini untuk sujud menyembah kepada TUHAN!
7:3 Beginilah
firman TUHAN semesta alam, Allah Israel: Perbaikilah tingkah langkahmu dan
perbuatanmu, maka Aku mau diam bersama-sama kamu di tempat ini.
Ribuan kali pekabaran nubuatan Perjanjian
Lama disampaikan dengan ungkapan "beginilah firman Tuhan" atau
sejenisnya. Hal ini seharusnya mengingatkan kita bahwa nabi tidak semata-mata
hanya berbicara mengenai Allah tetapi Allah berbicara atas diri-Nya sendiri
melalui nabi.
Dalam waktu yang sama, Kitab Perjanjian
Baru penuh dengan referensi demi referensi dari Kitab Perjanjian Lama. Faktanya,
keseluruhan teologi Perjanjian Baru berhubungan dengan Perjanjian Lama. Salah
satu contoh, bagaimanakah seseorang memahami pengorbanan Yesus terlepas dari
seluruh sistem pengorbanan yang dinyatakan dalam Perjanjian Lama? Berapa
kalikah Yesus, sebagaimana para penulis Perjanjian Baru, merujuk kepada
ayat-ayat Perjanjian Lama untuk menunjang penjelasan dan maksud mereka? Seluruh
tulisan Perjanjian Baru mendapatkan dasar teologinya dari Perjanjian Lama. Tidak ada dasar kebenaran untuk pemisahan radikal di
antara keduanya. Segala tulisan Alkitab—baik Perjanjian Lama
maupun Perjanjian Baru—diilhamkan oleh Allah (2 Tim. 3:16).
Bacalah ayat-ayat berikut. Bagaimanakah ayat tersebut
menolong kita melihat hubungan antara kitab Perjanjian Baru dan Perjanjian
Lama? Apakah yang diceritakan kepada kita tentang Yesus, merujuk ke Perjanjian
Lama, seperti para penulis Perjanjian Baru? Mat. 4:4; 11:10; Mrk. 1:2; 7:6;
Yoh. 12:14, 15; Kis. 13:33; Rm. 3:10; Gal. 3:13; I Ptr. 1:16; 1 Kor. 5:7.
Mat. 4:4; 11:10;
4:4 Tetapi Yesus
menjawab: "Ada tertulis: Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari
setiap firman yang keluar dari mulut Allah."
11:10
Karena tentang dia ada tertulis: Lihatlah, Aku menyuruh utusan-Ku mendahului
Engkau, ia akan mempersiapkan jalan-Mu di hadapan-Mu.
Mrk. 1:2; 7:6;
1:2 Seperti ada
tertulis dalam kitab nabi Yesaya: "Lihatlah, Aku menyuruh utusan-Ku
mendahului Engkau, ia akan mempersiapkan jalan bagi-Mu;
7:6 Jawab-Nya
kepada mereka: "Benarlah nubuat Yesaya tentang kamu, hai orang-orang
munafik! Sebab ada tertulis: Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal
hatinya jauh dari pada-Ku.
Yoh. 12:14, 15;
12:14 Yesus
menemukan seekor keledai muda lalu Ia naik ke atasnya, seperti ada tertulis:
12:15
"Jangan takut, hai puteri Sion, lihatlah, Rajamu datang, duduk di atas
seekor anak keledai."
Kis. 13:33;
13:33 telah
digenapi Allah kepada kita, keturunan mereka, dengan membangkitkan Yesus,
seperti yang ada tertulis dalam mazmur kedua: Anak-Ku Engkau! Aku telah
memperanakkan Engkau pada hari ini.
Rm. 3:10;
3:10 seperti ada
tertulis: "Tidak ada yang benar, seorangpun tidak.
Gal. 3:13;
3:13 Kristus
telah menebus kita dari kutuk hukum Taurat dengan jalan menjadi kutuk karena
kita, sebab ada tertulis: "Terkutuklah orang yang digantung pada kayu
salib!"
I Ptr. 1:16;
1:16 sebab ada
tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus.
1 Kor. 5:7.
5:7. Buanglah
ragi yang lama itu, supaya kamu menjadi adonan yang baru, sebab kamu memang
tidak beragi. Sebab anak domba Paskah kita juga telah disembelih, yaitu
Kristus.
Mark Twain suatu kali berkata bahwa bukan
bagian Alkitab yang tidak dia mengerti yang mengganggu dia; tetapi bagian yang
dia mengerti. Siapakah yang tidak menemukan bagian-bagian Alkitab yang
menyulitkan? Perhatikan apa yang disebutkan mengenai Alkitab itu sendiri (2
Tim. 3:16), bagaimanakah seharusnya kita merespons bagian-bagian yang kita
tidak pahami. atau mungkin yang tidak kita sukai? (Lihat juga
1 Kor. 13:12).
Senin 30 Januari
DIASINGKAN
Apakah konsep pertama mengenai "kekudusan"
(dari akar kata yang sama sering diterjemahkan "dikuduskan")
disebutkan dalam Alkitab? Kejadian 2:3. Seberapa pentingkah fakta bahwa
hal pertama yang dianggap kudus dalam Alkitab adalah waktu?
Kejadian 2:3
2:3 Lalu Allah
memberkati hari ketujuh itu dan menguduskannya, karena pada hari itulah Ia
berhenti dari segala pekerjaan penciptaan yang telah dibuat-Nya itu.
Ayat ini memberi kita pemahaman pertama
mengenai kekudusan. Itu menunjukkan bahwa sesuatu, dalam hal ini waktu,
"diasingkan" dari apa yang di sekitarnya. Hari ketujuh sendiri tidak
ada bedanya dari 24 jam yang lain, dari periode matahari terbenam ke matahari
terbenam; yang membuat itu berbeda, "kudus," adalah karena Allah
mengatakannya demikian. Dia mengasingkannya dari hari-hari sepekan lainnya.
Kata yang digunakan dalam Bahasa Ibrani
untuk "dikuduskan" berarti "membuat menjadi kudus" atau
"menyatakan kudus." Kekudusan kemudian menyatakan secara tidak
langsung bahwa segala sesuatu yang "kudus" adalah spesial, sesuatu
yang diasingkan atau dipisahkan dari apa yang tidak kudus.
Kemudian, untuk beberapa tingkat, gambaran
ini akan menolong kita memahami kekudusan Allah. Allah memisahkan diri dari
segala sesuatu yang lain dalam ciptaan. Dia terpisah sangat jauh di atas dan
melampaui segala sesuatu yang dapat kita pahami. Menjadi kudus adalah menjadi
"lain" menjadi berbeda dalam cara yang khusus, sebagaimana dengan
Sabat hari ketujuh.
Bagaimanakah ayat-ayat ini menolong kita memahami
kekudusan Allah? Kel. 15:11; 1 Sam. 2:2; Mzm. 86:8-10; Mzm. 99:1-3; Yes.
40:25.
Kel. 15:11;
15:11 Siapakah
yang seperti Engkau, di antara para allah, ya TUHAN; siapakah seperti Engkau,
mulia karena kekudusan-Mu, menakutkan karena perbuatan-Mu yang masyhur, Engkau
pembuat keajaiban?
1 Sam. 2:2;
2:2 Tidak ada
yang kudus seperti TUHAN, sebab tidak ada yang lain kecuali Engkau dan tidak
ada gunung batu seperti Allah kita.
Mzm. 86:8-10;
86:8. Tidak ada
seperti Engkau di antara para allah, ya Tuhan, dan tidak ada seperti apa yang
Kaubuat.
86:9 Segala
bangsa yang Kaujadikan akan datang sujud menyembah di hadapan-Mu, ya Tuhan, dan
akan memuliakan nama-Mu.
86:10 Sebab
Engkau besar dan melakukan keajaiban-keajaiban; Engkau sendiri saja Allah.
Mzm. 99:1-3;
99:1. TUHAN itu
Raja, maka bangsa-bangsa gemetar. Ia duduk di atas kerub-kerub, maka bumi goyang.
99:2 TUHAN itu
maha besar di Sion, dan Ia tinggi mengatasi segala bangsa.
99:3 Biarlah
mereka menyanyikan syukur bagi nama-Mu yang besar dan dahsyat; Kuduslah Ia!
Yes. 40:25.
40:25 Dengan
siapa hendak kamu samakan Aku, seakan-akan Aku seperti dia? firman Yang
Mahakudus.
Konsep kekudusan ini seharusnya menolong kita lebih baik memahami jurang
pemisah antara Allah yang kudus dengan suku bangsa yang tidak kudus—satu
umat, yang secara nyata adalah orang-orang berdosa. Allah terpisah dari kita,
bukan hanya karena Dia adalah Pencipta dan kita adalah ciptaan tetapi karena
kita telah jatuh dalam dosa. Semua ini seharusnya, menolong kita memahami lebih
baik apa yang Kristus telah lakukan bagi kita.
Walaupun kita diciptakan dalam gambar dan
rupa Allah, apakah yang membuat kita berbeda sama sekali dari Dia? Bagaimanakah
perbedaan ini menolong kita untuk lebih menyadari kebutuhan kita akan Juruselamat?
Buatlah sebuah daftar dari perbedaan-perbedaan tersebut dan bawa di kelas Anda
pada hari Sabat.
Selasa 31 Januari
MENYESAL DALAM DEBU DAN ABU
Sesudah memikul penderitaan kejam di
tangan Setan, Ayubpun menangis: "Hanya dari kata orang saja aku mendengar
tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau. Oleh sebab itu aku
mencabut perkataanku dan dengan menyesal aku duduk dalam debu dan abu" (Ayub
42:5,6). Apakah yang dikatakan respons ini kepada kita mengenai kekudusan
Allah dibandingkan dengan keberdosaan manusia? Bagaimanakah Injil diajarkan
dalam reaksi Ayub terhadap penderitaan yang dia alami?
Nabi Yehezkiel, yang diutus Allah kepada Bangsa Israel
(walaupun mereka adalah tawanan di Babel sebagai akibat dari ketidaksediaan
mereka),juga mengalami
dahsyatnya kehadiran Allah. Apakah yang terjadi? (Yeh. 1:28).
1:28 Seperti busur pelangi, yang
terlihat pada musim hujan di awan-awan, demikianlah kelihatan sinar yang
mengelilinginya. Begitulah kelihatan gambar kemuliaan TUHAN. Tatkala aku
melihatnya aku sembah sujud, lalu kudengar suara Dia yang berfirman.
Yakub melarikan diri dari rumah sesudah menipu ayahnya
Ishak dan saudara kembarnya Esau. Apakah respons Yakub setelah ia bermimpi melihat tangga yang terhubung ke surga dan
Allah berbicara kepadanya? (Kej. 28:16,17).
28:16. Ketika Yakub bangun dari
tidurnya, berkatalah ia: "Sesungguhnya TUHAN ada di tempat ini, dan aku
tidak mengetahuinya."
28:17 Ia takut dan berkata:
"Alangkah dahsyatnya tempat ini. Ini tidak lain dari rumah Allah, ini
pintu gerbang sorga."
Ketika Bangsa Israel berkemah di Sinai, Allah kembali
turun dalam awan di gunung
itu dan menyatakan diri-Nya kepada Musa. Bagaimanakah reaksi Musa? (Kel.
34:8).
Kel.
34:8
34:8 Segeralah
Musa berlutut ke tanah, lalu sujud menyembah
Daniel, nabi yang lain selama penawanan
orang Israel di Babel, juga menerima penglihatan-penglihatan besar dari Allah
ketika dia melayani sebagai pejabat tinggi pemerintahan.
Walaupun berkali-kali diberitahukan bahwa dia dikasihi
di surga, bagaimanakah Daniel bereaksi ketika mendapat penglihatan dari Allah?
Menurut Anda mengapa dia bereaksi seperti itu? Dan. 10:5-8.
10:5 kuangkat
mukaku, lalu kulihat, tampak seorang yang berpakaian kain lenan dan berikat
pinggang emas dari ufas.
10:6 Tubuhnya
seperti permata Tarsis dan wajahnya seperti cahaya kilat; matanya seperti suluh
yang menyala-nyala, lengan dan kakinya seperti kilau tembaga yang digilap, dan
suara ucapannya seperti gaduh orang banyak.
10:7 Hanya aku,
Daniel, melihat penglihatan itu, tetapi orang-orang yang bersama-sama dengan
aku, tidak melihatnya; tetapi mereka ditimpa oleh ketakutan yang besar,
sehingga mereka lari bersembunyi;
10:8 demikianlah
aku tinggal seorang diri. Ketika aku melihat penglihatan yang besar itu, hilanglah
kekuatanku; aku menjadi pucat sama sekali, dan tidak ada lagi kekuatan padaku.
Meskipun orang-orang ini beriman, saleh,
dan benar—dan
bahkan nabi— reaksi mereka terhadap kehadiran Allah ialah ketakutan, gemetar,
dan menyembah. Itu semuanya pastilah karena, di antara hal-hal yang lain,
mereka merasakan keberdosaan dan ketidaklayakan mereka sendiri, dibandingkan
dengan kekudusan Allah. Dengan cara mereka sendiri, perikop-perikop ini memberikan
gambaran perlunya Seorang Juruselamat, Seorang Pengganti, Seseorang untuk
menjembatani jurang pemisah antara Allah yang kudus dengan ciptaan yang telah
jatuh ke dalam dosa seperti kita ini. Terima kasih kepada Allah, kita mempunyai
jembatan itu dalam Yesus.
Bayangkan diri Anda sendiri mempunyai pengalaman yang
sama dengan salah satu nabi yang disebutkan di atas. Kira-kira bagaimanakah reaksi
Anda, dan mengapa?
Rabu 1 Februari
PERGILAH DARI PADAKU!
Dalam kitab Perjanjian Lama, kita menemukan
sebuah catatan yang konsisten mengenai berbagai respons manusia terhadap Allah
yang kudus. Bagaimanakah dalam Perjanjian Baru? Beberapa orang Kristen modern
memperdebatkan bahwa kitab Perjanjian Lama menyatakan gambaran yang primitif
dan sudah kedaluwarsa tentang Allah, satu Allah yang sangat kejam dan sangat
gampang marah. Tetapi ketika Yesus datang, Dia sekarang adalah Allah yang penuh
rahmat dan kasih. Tentu saja, kita tahu, bahwa hal ini merupakan pandangan yang
menyimpang dari Alkitab dan karakter Allah yang tidak perrtah berubah.
Apakah yang diajarkan para penulis Alkitab Perjanjian
Baru kepada kita mengenai kekudusan Allah? Bacalah Lukas 5:1-11. Bagaimanakah
hal ini menunjukkan konsistensi antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru
mengenai kekudusan Allah?
5:1. Pada suatu
kali Yesus berdiri di pantai danau Genesaret, sedang orang banyak mengerumuni
Dia hendak mendengarkan firman Allah.
5:2 Ia melihat
dua perahu di tepi pantai. Nelayan-nelayannya telah turun dan sedang membasuh
jalanya.
5:3 Ia naik ke
dalam salah satu perahu itu, yaitu perahu Simon, dan menyuruh dia supaya
menolakkan perahunya sedikit jauh dari pantai. Lalu Ia duduk dan mengajar orang
banyak dari atas perahu.
5:4 Setelah
selesai berbicara, Ia berkata kepada Simon: "Bertolaklah ke tempat yang
dalam dan tebarkanlah jalamu untuk menangkap ikan."
5:5 Simon
menjawab: "Guru, telah sepanjang malam kami bekerja keras dan kami tidak
menangkap apa-apa, tetapi karena Engkau menyuruhnya, aku akan menebarkan jala
juga."
5:6 Dan setelah
mereka melakukannya, mereka menangkap sejumlah besar ikan, sehingga jala mereka
mulai koyak.
5:7 Lalu mereka
memberi isyarat kepada teman-temannya di perahu yang lain supaya mereka datang
membantunya. Dan mereka itu datang, lalu mereka bersama-sama mengisi kedua
perahu itu dengan ikan hingga hampir tenggelam.
5:8 Ketika Simon
Petrus melihat hal itu iapun tersungkur di depan Yesus dan berkata:
"Tuhan, pergilah dari padaku, karena aku ini seorang berdosa."
5:9 Sebab ia dan
semua orang yang bersama-sama dengan dia takjub oleh karena banyaknya ikan yang
mereka tangkap;
5:10 demikian
juga Yakobus dan Yohanes, anak-anak Zebedeus, yang menjadi teman Simon. Kata
Yesus kepada Simon: "Jangan takut, mulai dari sekarang engkau akan menjala
manusia."
5:11 Dan sesudah
mereka menghela perahu-perahunya ke darat, merekapun meninggalkan segala
sesuatu, lalu mengikut Yesus.
Sesudah mereka bekerja keras dan tidak
berhasil sepanjang malam sebagai nelayan, Yesus rnenyediakan sebuah mukjizat
menangkap ikan bagi murid-murid-Nya yang telah bekerja keras. Ketika hal itu
terjadi, respons manusia normal biasanya adalah berterima kasih kepada Yesus
atas bantuan finansial yang luar biasa seperti itu. Namun, respons Petrus,
berfokus padahal lain. Reaksinya lebih menyerupai para tokoh Alkitab Perjanjian
Lama yang bertemu dengan Allah.
"Tetapi kini Petrus tidak lagi
menghiraukan akan perahu dan muatannya. Mukjizat ini melebihi segala sesuatu
yang pernah disaksikannya, karena hal ini baginya adalah menjadi suatu
kenyataan kuasa llahi. Pada wajah Yesus ia telah lihat Seorang yang
mengendalikan semesta alam.Hadirnya Keilahian-Nya telah menyatakan bahwa ia
tidak suci. Cinta bagi Tuhan-Nya, malu akan kurang percayanya, bersyukur akan
kerendahan hati Kristus, terlebih pula perasaan akan kecemarannya di hadapan
kesucian yang kekal telah mengalahkan dia. Di kala teman-temannya mengeluarkan ikan-ikan dari dalam pukat,
Petrus jatuh di kaki Juruselamat sambil berkata, 'Tuhan pergilah dari padaku,
karena aku ini seorang berdosa.'"—Ellen G. White, Alfa dan Omega, jld.
5, hlm. 255.
Mengapa bereaksi seperti ini? Itu
karenakita tidak di dalam Taman Eden lagi, di mana Adam dan Hawa—sebelum
mereka jatuh ke dalam dosa—menyambut kehadiran Allah dalam kesejukan malam.
Keakraban ini secara dramatis berubah dengan seketika sesudah kejatuhan, pada
waktu pasangan itu lari dan bersembunyi. Tidak banyak yang berubah sejak itu.
Tentu saja, reaksi ini menjadi gambaran yang konsisten di seluruh ayat Alkitab.
Kapan pun seseorang kalau benar-benar bertemu dengan Allah yang hidup, di sana
ada kengerian setelah akhirnya menyadari keberdosaannya sendiri.
Kapankah
terakhir kali Anda melihat dengan jelas sifat Anda sendiri yang penuh dosa?
Penglihatan yang cukup mengerikan, bukan? Pengharapan apakah yang Anda miliki,
dan mengapa?
Kamis 2 Februari
KETIKA SETAN
BERBICARA
Baca Lukas 4:31-36. Kesaksian apakah yang diberikan
tentang kekudusan Kristus? Apakah yang penting dari orang yang memberi
kesaksian itu juga? Pelajaran apakah yang dapat kita ambil dari cerita ini
mengenai kekudusan Allah?
4:31. Kemudian
Yesus pergi ke Kapernaum, sebuah kota di Galilea, lalu mengajar di situ pada
hari-hari Sabat.
4:32 Mereka
takjub mendengar pengajaran-Nya, sebab perkataan-Nya penuh kuasa.
4:33 Di dalam
rumah ibadat itu ada seorang yang kerasukan setan dan ia berteriak dengan suara
keras:
4:34 "Hai
Engkau, Yesus orang Nazaret, apa urusan-Mu dengan kami? Engkau datang hendak
membinasakan kami? Aku tahu siapa Engkau: Yang Kudus dari Allah."
4:35 Tetapi
Yesus menghardiknya, kata-Nya: "Diam, keluarlah dari padanya!" Dan
setan itupun menghempaskan orang itu ke tengah-tengah orang banyak, lalu keluar
dari padanya dan sama sekali tidak menyakitinya.
4:36 Dan semua
orang takjub, lalu berkata seorang kepada yang lain, katanya: "Alangkah
hebatnya perkataan ini! Sebab dengan penuh wibawa dan kuasa Ia memberi perintah
kepada roh-roh jahat dan merekapun keluar."
Setan-setan, yaitu malaikat-malaikat yang
jatuh, mengingat siapa sebenarnya Yesus itu, dan bahkan dalam kejahatan,
kebencian, dan pemberontakan mereka —terpaksa mereka harus mengakui bahwa Dia
adalah kudus. Perhatikan juga bahwa mereka takut ketika Dia ingin menghancurkan
mereka. Mengapa sangat ketakutan? Demikianlah seharusnya, karena penuh dengan
dosa, bahkan malaikat Setan pun takut berhadapan dengan kehadiran kekudusan
Allah, agak sama dengan cara yang dilakukan umat manusia yang telah befdosa.
Dalam buku terakhir Alkitab, Yohanes
menggambarkan saat dia menerima penglihatan dari Allah. Baca Wahyu 1:12-17.
Yohanes, kadang-kadang dirujuk sebagai rasul yang memiliki pengertian yang paling
besar tentang kasih Allah, menunjukkan respons yang sama ketika bertemu dengan
Allah yang kudus sebagaimana kita lihat dalam kitab Perjanjiah Lama. Selain
itu, sebuah penglihatan tentang bagaimana penghuni surga menyembah Allah dalam
bait suci surgawi memberi sebuah gambaran yang sama dengan apa yang Yesaya
gambarkan pada abad-abad permulaan dalam sebuah penglihatan (Lihat Yesaya
6:1-3).
Apakah seruan yang Yohanes dengar dari para makhluk
surgawi yang berada di sekitar takhta-Nya? Wahyu 4:8, 9.
4:8. Dan keempat
makhluk itu masing-masing bersayap enam, sekelilingnya dan di sebelah dalamnya
penuh dengan mata, dan dengan tidak berhenti-hentinya mereka berseru siang dan
malam: "Kudus, kudus, kuduslah Tuhan Allah, Yang Mahakuasa, yang sudah ada
dan yang ada dan yang akan datang."
4:9 Dan setiap
kali makhluk-makhluk itu mempersembahkan puji-pujian, dan hormat dan ucapan
syukur kepada Dia, yang duduk di atas takhta itu dan yang hidup sampai
selama-lamanya,
Walaupun Allah adalah kasih dan seluruh
penghuni surga memuja Dia, kita dapat melihat bahwa, di sekeliling takhta
Allah, nyanyian pujian penyembahan bukanlah: "Allah adalah kasih, kasih,
kasih." Seluruh makhluk surge tidak juga berseru, "Allah itu baik, baik,
baik." Malahan, siang dan malam mereka berseru, "Kudus, kudus, kudus,
Tuhan Allah Yang Mahakuasa." Meskipun seluruh penduduk surga terlibat
dalam pelayanan kasih Allah dan untuk keselamatan dunia ini, makhluk-makhluk
surgawi di sekeliling takhta-Nya siang dan malam memuji kekudusan Allah.
Sebagai orang yang tidak berdosa, mereka kagum oleh kekudusan-Nya, tetapi
mereka tidak bersembunyi karena ketakutan terhadap kekudusan itu, seperti yang
dilakukan umat manusia yang telah jatuh dalam dosa. - Dalam semua
pertemuan manusia dengan llahi seperti digambarkan dalam Alkitab, tidak satu
pun pernah menemukan kesan bahwa Allah itu menakutkan. Sebaliknya, yang kita
temukan adalah, dalam pancaran cahaya kekudusan-Nya, umat manusia itu akhirnya
melihat keadaan diri mereka yang sesungguhnya. Dan hal itu sangat menakutkan.
Dalam Kitab Suci, ketika manusia benar-benar bertemu dengan Allah, kita
menemukan tidak ada tepuk tangan, beramah-tamah, dan menyanyi kegirangan. Yang
ada di situ hanya pertobatan pribadi. Masing-masing melihat dan mengakui
kesalahan pribadi mereka dan tanpa alasan dan tanpa meng-hubungkan kesalahannya
kepada orang lain. Betapa berbedanya kata-kata kita, ke-hidupan kita, dan
tindakan kita sekiranya kita semua hidup dengan pendirian yang tetap, bukan hanya
terhadap kehadiran Allah tetapi kekudusan-Nya, juga.
Jumat 3 Februari
PENDALAMAN: Sementara Kristus berdiri di
hadapan khalayak ramai yang berdagang di bait suci, "Kekacauan itu
terdiam. Bunyi perdagangan dan tawar-menawar telah berhenti. Perasaan kagum menguasai himpunan itu. Adalah seolah-olah mereka
didakwa di hadapan meja pengadilan Allah untuk memberi jawab atas segala
perbuatan mereka. Ketika memandang kepada Kristus, mereka melihat Keilahian
memancar dari jubah kemanusiaan. Yang Mahabesar dari surga berdiri sebagaimana
Hakim akan berdiri kelak di akhirat, kini bukannya dikelilingi dengan kemuliaan
yang kelak akan menyertai Dia, melainkan dengan kuasa yang sama untuk membaca
jiwa. Mata-Nya menatap orang banyak itu, dan memperhatikan setiap orang.
Perawakan-Nya nampaknya menjulang di antara mereka dengan keagungan yang penuh
kuasa dan cahaya llahi menerangi wajah-Nya. la berbicara, dan suara-Nya terang
dan nyaring itu—yaitu suara yang di atas Gunung Sinai mengumumkan
Taurat yang dilanggar oleh imam-imam dan penghulu-penghulu itu—terdengar
menggema melalui segala kubah bait suci itu: 'Ambil semuanya ini dari sini,
jangan kamu membuat rumah Bapa-Ku menjadi tempat berjualan.' "Dengan
perlahan-lahan turun dari tangga itu, serta mengangkat cambuk tali yang
terkumpul ketika masuk ke dalam ruangan itu, disuruh-Nya orang-orang yang
sedang tawar-menawar pergi dari pekarangan Bait Suci itu. Dengan semangat dan
kekerasan yang belum pernah ditunjukkan-Nya dahulu,
dibalikkan-Nya
meja orang-orang yang sedang tukar menukar uang itu.... Tidak seorang pun
berani menanyai wewenang-Nya.... Yesus tidak menyesah mereka dengan cambuk
itu, tetapi pada tangan-Nya cambuk yang sederhana itu tampaknya dahsyat seperti
sebilah pedang yang berkilau-kilauan. Para pegawai Bait Suci, imam-imam yang
berspekulasi, para tengkulak, pedagang dan pedagang ternak beserta segala
domba-domba dan lembu-kambing mereka, berlarian kucar-kacir dari tempat itu,
dengan satu-satunya pikiran hendak melepaskan diri dari hukuman
hadirat-Nya."—Ellen G. White, Alfa dan Omega, jld. 5, hlm. 158,
159.
PERTANYAAN UNTUK DIDISKUSIKAN:
1.
Dalam
kelas, lihatlah jawaban Anda untuk pelajaran hari Senin perta-nyaan terakhir.
Apakah perbedaan utama antara kita dan Allah yang kudus? Jika ada, apakah cara
untuk menghapuskan perbedaan itu?
2. Menurut pelajaran pekan ini, mengapa lebih
mudah melihat kebenaran diri dan kepuasan diri, khususnya mengenai keadaan
rohani yang dimiliki seseorang, dan mengapa ini merupakan
tipuan yang sangat berbahaya?
3.
Pikirkan seseorang yang Anda tahu "kudus,"
yang terlihat tulus, jujur,
bersih dan seterusnya; seorang yang sungguh-sungguh
"memisahkan diri" dari kebanyakan orang. Bagaimanakah respons Anda
kepada orang itu? Apakah dia membuat Anda merasa baik atau buruk, dan mengapa?
RANGKUMAN: Boleh jadi lebih enak berfokus
hanya pada kasih Allah daripada kekudusan-Nya, tetapi hal itu akan mengubah
kebenaran. Kita perlu bertemu dengan kekudusan Allah yang menghanguskan hingga
kita gemetar di hadapan-Nya. Memahami kekudusan Allah, dan keberdosaan kita,
sangat penting untuk menolong kita mengerti secara keseluruhan arti pendamaian
itu, mengapa hal itu mutlak diperlukan, dan mengapa sangat mahal harganya.
Pratinjau
Pelajaran
6
*4-10 Februari 2012
Allah Pemberi Hukum
Sabat Petang
BACALAH UNTUK PELAJARAN
PEKAN INI: lbrani
12:21;Roma 7:8-13; Ayub 24:14, 15; Keluaran 16:4-30; lbrani 8:10, JO: 16; Roma
13:8-10.
AYAT HAFALAN: "Sebab TUHAN ialah
Hakim kita, TUHAN ialah yang memberi hukum bagi kita; TUHAN ialah Raja kita,
Dia akan menyelamatkan kita" (Yesaya 33:22).
Pokok Pikiran: Hukum Allah adalah bagian yang
tidak dapat dipisahkan dari seluruh isi Alkitab, Perjanjian Lama dan Perjanjian
Baru. Itu juga merupakan ekspresi dari kasih-Nya. Dengan demikian, ketika
kita mengasihi, kita menyatakan kesempurnaan dan keindahan hukum Allah.
Sebagai umat Masehi Advent Hari Ketujuh,
kita sering mendengar pernyataan bahwa hukum ialah catatan dari tabiat Allah. (Jika demikian, maka karena Allah tidak
berubah, hukum, yang menyatakan tabiat-Nya— seharusnya tidak
berubah juga). Namun demikian, itukah arti dari pernyataan bahwa hukum adalah
ekspresi dari tabiat Allah?
Andaikan Anda tinggal di satu negeri
dengan seorang raja yang perkataannya adalah hukum. ("Negara, itulah
saya" seorang raja Perancis terkenal berkata). Sekarang, andaikan raja
mengeluarkan hukum yang menindas, keji, penuh rasa benci, diskriminasi, dan seterusnya.
Bukankah hukum ini akan menjadi gambaran dari sifat raja itu; tidakkah hukum
itu akan menyatakan karakternya?
Pikirkan beberapa sejarah raja lalim yang
paling buruk. Bagaimanakah hukum-hukum yang mereka keluarkan menyatakan orang
seperti apa mereka?
Dalam pengertian ini, hukum menyatakan
tabiat dari pemberi hukum itu. Kemudian, apakah yang dinyatakan hukum Allah
mengenai Allah? Bilamana kita memahami hukum Allah sebagai pagar, sebuah
perlindungan, sesuatu yang diciptakan untuk kita, demi kebaikan kita, maka kita
akan lebih mengerti seperti apakah Allah itu.
Pekan ini kita akan mempelajari tentang
hukum dan Pemberi hukum itu.
*Pelajari pelajaran pekan ini untuk
persiapan Sabat, 11 Februari
No comments:
Post a Comment